Cerita Horror: Jeritan Malam
Daftar semua chapter cerita horror jeritan malam dari kaskus yang ditulis oleh meta.morfos.
Daftar semua chapter cerita horror jeritan malam dari kaskus yang ditulis oleh meta.morfos.
terlihat mas dikin tertunduk dengan wajah sedih, mencoba menjelaskan diantara suara paraunya, rasa sedih yang dirasakannya membuat suaranya nyaris tidak terdengar.
“pak indra dan pak minto sudah enggak ada lagi pak.. mereka sudah meninggal ditempat kejadian.. tadi pak reza terjatuh.. ketika menerima kabar ini, hingga akhirnya enggak sadarkan diri..” terang mas dikin sambil berurai air mata.
“jadi semua ini benar mas?” tanya gw yang kini tak kuasa lagi menahan air mata yang mengalir, terlihat mas dikin tidak menjawab, hanya anggukan kepalanya saja yang menyatakan bahwa semua kejadian ini memang benar terjadi dan bukanlah sebuah mimpi buruk, berat rasanya menerima kenyataan ketika sahabat sahabat yang dengan setia selalu menemani baik itu disaat suka maupun duka, kini menghilang selamanya dari kehidupan gw…
2 minggu setelah semua kejadian pembuktian itu, gangguan demi gangguan masih saja terjadi, fenomena yang terjadi sepertinya tidak bisa lagi membedakan mana siang ataupun malam, kejadian kejadian aneh silih berganti kami alami, mungkin seharusnya kami mempunyai keberanian untuk menghadapi semua fenomena aneh tersebut, sudah cukup rasanya kejadian kejadian aneh yang menempa kami selama perjalanan menembus gelapnya hutan b*t*r* menjadi bekal bagi kami untuk menanamkan sebuah rasa keberanian dan mempunyai sebuah gambaran tentang sosok sosok ghoib yang wujudnya mungkin tidak akan jauh berbeda antara mahluk ghoib yang selalu menunjukan eksistensinya di mess dengan apa yang kami temui selama perjalanan pembuktian, akan tetapi kenyataan yang terjadi.. sepertinya kepercayaan diri kami, yang akan dengan mudah menghadapi semua fenomena fenomena aneh itu hanyalah sebuah kekeliruan, hari hari kami masih saja diliputi oleh rasa ketakutan yang mencekam…
“lantas bagaimana mbah bisa yakin dengan hesti yang kami temui adalah hesti yang mbah maksud?” tanya gw dengan sedikit rasa khawatir mbah ini salah menerka hesti yang kami maksud.
“dari semua yang kamu jelaskan tadi hingga saat kamu melihatnya menuju ke salah satu tempat perjanjian dengan setan, saya sudah bisa memastikan bahwa itu hesti yang di maksud, saya sudah terlalu tua untuk dibodohi dengan parasnya yang mungkin masih muda”
“bagaimana mungkin bisa masih muda mbah?” kini minto ikut bingung dengan penjelasan mbah warsono…
Entah mengapa langkah kaki gw terasa ringan untuk melangkah, lebatnya hutan dengan pohon pohon besar dan rimbunan semak belukar seakan tidak menjadi penghalang bagi gw untuk menapaki jalan mencari keberadaan mbah warsono.
“lu pernah kesini za? kok sepertinya lu tau jalannya sih.. padahal ini bukan jalan setapak.. dimana mana sama, hanya pohon besar.. semak belukar dan..”
“dan apa pak?” tanya mas dikin begitu minto menghentikan ucapannya…
“kenapa za.. lupa cara wudhu..?” ucap minto sedikit meledek melihat gw hanya terdiam tidak melakukan apa apa, setelah lama berpikir akhirnya gw putuskan untuk melanjutkannya, dan seperti yang telah gw duga untuk kali kedua, basuhan air yang seharusnya menyejukan kini laksana tumpahan air keras yang membakar wajah ini.
“sialll.. apa apaan ini..!” maki gw seraya menutupi wajah dengan kedua telapak tangan.
“zaaa.. lu kenapa?” tanya minto dengan kebingungan…
Pikiran gw menerawang jauh seiring langkah kaki ini, akan kemanakah orang tua ini akan membawa langkah kaki ini.. tatapan gw mencoba mencari tau jawaban dari semua pertanyaan ini, tapi tatapan mata minto terlihat terlalu dingin untuk memberikan jawabannya, hingga akhirnya langkah kaki gw terhenti pada salah satu pintu kamar yang masih tertutup rapat, untuk sekali lagi mata pak susuk menatap gw seakan memberikan sebuah pertanyaan siapkah gw untuk menerima apa yang akan gw saksikan dibalik pintu kamar yang tertutup rapat ini.
Dengan perlahan tangan pak sukuk membuka pintu dan melangkahkan kakinya kedalam kamar, sempat muncul keraguan didalam hati gw untuk melangkahkan diri kedalam kamar yang terlihat gelap karena gorden2 yang masih tertutup rapat…
“tenang za.. tenang..”
“dimana indra dan mas dikin.. to.. dimanaaa?” tanya gw dengan nada meninggi penuh kecemasan, cengraman tangan gw berusaha mengguncang2 tubuh minto yang belum juga menjawab pertanyaan yang gw ajukan.
“mereka ada di kamar yang lain.. sebaiknya lu tenang dulu za.. istirahat dulu..” mendengar keterangan dari minto yang terdengar penuh keraguan, bayangan gw tentang hal hal yang buruk yang mungkin terjadi pada mas dikin dan indra seperti memenuhi pikiran ini, tanpa berpikir panjang segera gw bangkit dari tempat tidur untuk mencari keberadaan indra dan mas dikin, baru saja gw berdiri dan coba melangkah.. tatapan mata ini masih terasa nanar begitu juga dengan kaki gw yang masih terasa lemah untuk menahan bobot tubuh ini, melihat gw yang hampir terjerembab jatuh, dengan sigap minto dibantu beberapa pria yang masih berada dikamar, berusaha menahan tubuh gw terjatuh dan kembali merebahkan gw di tempat tidur…
“lu yang pegang aja za.. gw percaya sama lu” jawab indra tanpa sedikitpun berusaha menyingkirkan kedua telapak tangannya dari wajahnya, akan tetapi terdengar sebuah nada keyakinan dalam dirinya, keyakinan akan perlindungan yang diberikan kujang/keris itu.
“sekarang kasih tau gw, apa yang lu lihat ndra?” tanya gw dengan setenang mungkin mencoba tidak terjangkiti rasa panik yang indra rasakan, mungkin andai indra tau gw sudah memberikan sebuah kebohongan tentang keberadaan kujang/keris tua itu, gw yakin indra akan memukul gw saat ini juga…
Dengan sigap mas dikin menghentikan laju kendaraan dan berputar arah kembali menuju ke tempat kediaman mbah wodo.
“pak, kalau enggak salah ini jalannya kan” ucap mas dikin sambil menepikan kendaraannya, terlihat kerutan dikeningnya menandakan dia sedang mencoba mengingat kembali jalan yang tadi telah kami lalui, bergegas kami turun untuk memastikan bahwa ini memang jalannya.
“gimana ndra?” tanya gw sambil mencoba memperhatikan setiap detil tempat tersebut.
“betul za, ini memang jalannya” jawab indra sambil menunjuk jalan setapak dengan aspalnya yang rusak…