Cerita Horror: Jeritan Malam Epilog 2 – Tamat

Cerita dari kaskus oleh meta.morfosis

Lanjutan dari jeritan malam epilog 1..

<< Baca sebelumnya: cerita horror jeritan malam epilog 1

terlihat mas dikin tertunduk dengan wajah sedih, mencoba menjelaskan diantara suara paraunya, rasa sedih yang dirasakannya membuat suaranya nyaris tidak terdengar.

“pak indra dan pak minto sudah enggak ada lagi pak.. mereka sudah meninggal ditempat kejadian.. tadi pak reza terjatuh.. ketika menerima kabar ini, hingga akhirnya enggak sadarkan diri..” terang mas dikin sambil berurai air mata.

“jadi semua ini benar mas?” tanya gw yang kini tak kuasa lagi menahan air mata yang mengalir, terlihat mas dikin tidak menjawab, hanya anggukan kepalanya saja yang menyatakan bahwa semua kejadian ini memang benar terjadi dan bukanlah sebuah mimpi buruk, berat rasanya menerima kenyataan ketika sahabat sahabat yang dengan setia selalu menemani baik itu disaat suka maupun duka, kini menghilang selamanya dari kehidupan gw.

Dengan sebuah lamunan kosong, kereta yang melaju cepat mengantarkan gw kembali ke Jakarta, mencoba melupakan kesedihan yang gw rasakan dengan tidak menghadiri pemakaman mereka, rasanya sia sia, semua kesedihan itu bagaikan sebuah noda yang tidak mungkin hilang dari ingatan ini untuk selamanya, masih terngiang ditelinga ini sebuah ucapan dari mas dikin yang menyatakan keinginannya untuk ikut serta bersama gw menapaki sisa kisah yang ada.. tapi.. semua terasa terlalu berat.. terlalu menyakitkan bila gw harus menyaksikan kembali kepergian mereka satu persatu dari kehidupan gw..

“kang rezaa” terdengar suara teriakan dari mang iwan yang sudah sangat gw kenal setibanya di stasiun kereta yang berlokasi di jakarta, dengan langkah tergesa gesa, mang iwan terlihat mulai menghampiri dan mengambil tas yang berada dalam genggaman tangan gw.

“biar saya yang bawakan kang” ucap mang iwan dengan tersenyum ramah.

“terima kasih mang..” ucap gw dengan tersenyum, seraya mengikuti mang iwan dari belakang menuju mobil yang terparkir di parkiran stasiun.

“mang iwan.. duluan aja, tunggu saya di mobil” teriak gw kepada mang iwan, tanpa gw sengaja tatapan mata gw terfokus pada salah seorang wanita yang sedang duduk disalah satu bangku tunggu stasiun, walaupun hanya menatapnya sekilas dari samping, gw bisa memastikan bahwa itu adalah wulan.. ya wulan.. seorang kekasih yang pernah meninggalkan gw dengan sebuah luka dihatinya, dengan penuh keraguan gw coba menghampiri wulan diiringi tatapan mata mang iwan yang sesekali melihat gw dari kejauhan.

“wulan..?” seiring sapaan yang meluncur dari mulut ini, terlihat wulan menoleh ke arah gw dengan sebuah senyuman di wajahnya, tidak tampak sama sekali bekas bekas luka akibat kecemburuannya setelah peristiwa yang terjadi di mess, ada rasa cinta yang kembali gw rasakan begitu menatap wajah yang sudah sekian lama menghilang dari kehidupan gw.

“zaa” ucapnya pelan seraya berdiri dan memeluk gw dengan erat, secepat inikah wulan bisa melupakan kesalahan yang sudah gw lakukan.. pikir gw dengan keheranan, pelukan yang diberikan wulan seperti membayar kerinduan yang gw rasakan selama ini.

“kok kamu bisa tau aku tiba hari ini?” tanya gw dengan heran, wulan hanya terdiam tanpa sedikitpun melepaskan pelukannya.

“wul.. kamu kenapa?” gw bisa menangkap aura kesedihan dari pelukannya yang erat ditubuh ini.

“tanpa perlu kamu beritahu, aku akan selalu ada dimanapun kamu berada za..” bisiknya dengan lirih, hingga akhirnya dia melepaskan pelukannya.

“kamu pucat banget wul.. badan kamu dingin, kamu sakit?” tanya gw dengan sedikit panik begitu memperhatikan dengan jelas wajahnya, gw coba untuk meraba kening wulan yang terasa dingin.

“wul.. jawab.. kamu sakit..?”

“enggak za” jawabnya pelan dan kembali memeluk tubuh gw, dengan perasaan khawatir akan kondisi kesehatan wulan, akhirnya gw mengajak wulan untuk segera menuju mobil yang sudah menunggu di parkiran stasiun.

“masuk wul..” ucap gw sambil membuka pintu belakang, tatapan mang iwan yang berada dibalik kemudi sesekali menatap gw.

“kita kerumah dulu mang iwan, setelah itu baru kita mengantar wulan ke rumahnya..sekalian mampir, sudah lama saya enggak bertemu orang tuanya”

“iiii yaa kang” terlihat mang iwan menjawab agak gugup.

Di sepanjang perjalanan, terlihat beberapa kali mang iwan mencuri pandang kebelakang, dan itu jelas membuat gw merasa tidak nyaman melihat kelakuan aneh dari mang iwan yang tidak seperti biasanya, wulan yang sedari tadi hanya duduk terdiam disamping gw kini mulai menyandarkan kepalanya di bahu gw.

“mang iwan, sebaiknya kita nganter wulan dulu deh.. kasihan wulan kelihatannya enggak sehat, lagian sudah agak malam..” ucap gw sambil melihat jam yang sudah menunjukan pukul sepuluh malam, mang iwan tampak tidak menjawab perkataan yang gw ucapkan, kembali terlihat tatapan matanya mencoba melihat kami melalui kaca spion dalam, raut wajahnya menampakan kegelisahan yang dirasakannya.

“kenapa sih mang?” tanya gw dengan heran.

“enggak ada apa apa kang” jawab mang iwan sambil terus memacu laju kendaraannya menuju ke tempat kediaman wulan.

“ac nya dimatikan aja mang” pinta gw kepada mang iwan mendapati tubuh wulan yang semakin terasa dingin.

Setelah beberapa lama menembus gelapnya malam, akhirnya kamipun tiba di tempat kediaman wulan, rumah yang tidak terlalu besar itu tampak sudah sepi.

“kelihatannya udah pada tidur” ucap gw kepada wulan yang masih saja terdiam, jemari tangannya terasa semakin erat menggenggam tangan gw, seakan enggan untuk melepaskannya, untuk kali keberapa, kembali gw mengetuk pintu rumah, hingga akhirnya terdengar suara putaran kunci.

“nak reza? ada apa nak.. tumben datang malam malam begini..” ucap pak burhan dengan nada tidak percaya melihat kehadiran gw, terlihat raut keterkejutan dari wajahnya yang masih tampak mengantuk.

“maaf pak jadi ganggu malam malam, dan maaf juga saya memulangkan wulan selarut ini” jawab gw membalas pertanyaan pak burhan, seiring alasan kedatangan yang gw utarakan, gw merasakan ke anehan dengan ketidak perdulian pak burhan terhadap wulan yang ikut serta bersama gw.

“wulan?” ucapnya dengan nada tidak percaya dengan apa yang gw katakan, tangannya terlihat mempersilahkan gw untuk masuk.

“duduk nak reza.. bagaimana mungkin?” ucap pak burhan kembali seraya mengajak gw untuk duduk di ruang tamu, wajahnya sangat jelas menggambarkan kebingungan yang dirasakannya.

“maksud bapak?” lama pak burhan terdiam untuk beberapa saat, dengan mata yang berkaca kaca akhirnya dia menceritakan perihal wulan yang sudah tiada, sesuai dengan dengan apa yang diceritakan pak burhan, tanggal meninggalnya wulan sangat tepat dengan tanggal dimana indra melihat perwujudan mbah wodo bersama mahluk2 kecil yang bertingkah layaknya monyet, entah itu hanya suatu kebetulan ataukah suatu pertanda bahwa wulan menjadi korban awal dari ritual mistis yang gw jalani.

“pagi hari sebelum semua kejadian itu terjadi, wulan sempat menceritakan sesuatu, tentang mimpi buruknya, dia melihat nak reza yang sedang tertimpa musibah dan terus memanggil manggil namanya, hingga akhirnya dia berkesimpulan bahwa semua itu adalah firasat buruk yang menyangkut keselamatan nak reza..” wajah pak burhan sesekali melukiskan raut penyesalannya atas peristiwa yang telah terjadi.

“dan akhirnya..” kembali pak burhan terdiam dalam tangis kecilnya” wulan memutuskan untuk berangkat melihat keadaan nak reza, bapak sempat melarangnya untuk berangkat dikarenakan keadaannya yang kurang sehat, omongan bapak yang menyarankan agar dia menelepon nak reza terlebih dahulu.. tidak didengarkannya, ini sangat enggak biasa, sangat berbeda dengan wulan yang selama ini bapak kenal.. wulan yang selalu mendengarkan dan menuruti semua saran dan nasihat orang tuanya kini berganti menjadi sosok wulan yang keras kepala dengan pendiriannya.. hingga akhirnya sebuah kabar duka datang.. ditengah lalu lalang pengguna kereta yang berada di sebuah stasiun, hanya wulan yang tidak mendengar kedatangan sebuah kereta.. hingga akhirnya peristiwa itu terjadi..”

Keterangan yang diberikan pak burhan, sungguh bagaikan suara petir dikeheningan malam, gw hanya bisa terdiam, terkurung dalam ketidak percayaan, jika memang benar apa yang dikatakan pak burhan, lalu sosok siapa yang sekarang duduk disamping gw dan menggenggam erat tangan ini, diantara rasa penasaran dan rasa takut yang mulai timbul, perlahan gw coba untuk menoleh ke arah wulan yang tetap terduduk disamping gw dengan wajah pucatnya menatap lantai, kini yang membedakan hanyalan kondisi pakaian yang dikenakannya, pakaian yang semula terlihat bersih, kini terlihat bagaikan baju lusuh yang penuh dengan sobekan dan noda darah segar menghiasinya, ingin rasanya berteriak menumpahkan semua ketakutan yang gw rasakan, tapi.. ketika tatapan mata ini kembali menatap wajah pak burhan yang masih diliputi kesedihan, rasanya gw tidak sanggup untuk kembali melukai hatinya dengan mengatakan bahwa ada satu sosok mahluk astral yang menyerupai wulan hadir bersama gw dengan gambaran yang tidak patut untuk gw utarakan pada pak burhan.

“kamu enggak kenapa napa nak reza?” rupanya pak burhan bisa menangkap kegelisahan yang gw rasakan, gw hanya bisa terdiam, tercekam diantara rasa ketakutan yang semakin gw rasakan.

“sebaiknya saya pamit pak” ucap gw sambil mengalihkan pandangan mata ini dari sosok mahluk astral yang menyerupai wulan dan berharap sosok itu segera menghilang, tanpa menunggu sebuah jawaban dari pak burhan, gw segera berlalu meninggalkan rumah, diiringi tatapan mata pak burhan dengan wajah kebingungan, seiring langkah kaki menuju mobil yang terparkir, sosok mahluk astral yang menyerupai wulan kini bagaikan sebuah benalu yang melekat erat pada sebuah batang pohon.

“kang reza baik baik aja?” ucap mang iwan dengan nada khawatir, kembali sesekali tatapan mata mang iwan mencoba melihat kekursi belakang, tatapan matanya seperti sedang mencari sosok lain selain diri gw, setelah mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi pada wulan, wajar saja kalau mang iwan yang sedari tadi terlihat menampakan kegelisahannya.

Udara dingin didalam mobil seakan menyamarkan keringat dingin yang kini keluar dari tubuh gw, tidak pernah terlintas dalam pikiran gw untuk berinteraksi dengan mahluk ghoib senyata dan sedekat ini, seiring waktu yang terus berjalan, gw bisa merasakan.. secara perlahan genggaman tangan dari mahluk astral yang menyerupai wulan mulai mengendur, hingga akhirnya gw tidak merasakan lagi genggaman tangan yang dingin itu, dengan sisa keberanian yang tersisa gw coba untuk menoleh kesamping, kini sosok mahluk astral yang menyerupai wulan sudah menghilang.., ada rasa sedih yang gw rasakan begitu sosok itu menghilang.. sungguh tragis kejadian yang menimpa wulan hingga harus merenggut nyawanya, berbagai pertanyaan kini memenuhi pikiran gw apakah semua kejadian yang menimpa indra, minto dan wulan adalah buah dari prosesi ritual mistis yang gw lakukan, apakah ini makna dari 3 kelopak bunga yang harus gw makan itu.. haruskah malam ini gw menyerah dan mengakui bahwa tumbal yang akan diambil setelah prosesi ritual itu memang benar adanya, bahkan sudah terjadi.. hingga merenggut orang orang yang selama ini sudah menjadi bagian penting dalam perjalanan hidup gw.

Genap sudah satu bulan, peristiwa perjumpaan gw dengan sosok mahluk astral yang menyerupai wulan itu berlalu, dulu gw berpikir dengan meninggalkan mess tua itu beserta rentetan kenangan buruk didalamnya, akan menyudahi segala bentuk teror mahluk ghoib yang gw rasakan, tapi kini semua kenyataan seperti berbanding terbalik, hari hari yang gw jalani semakin terasa kelam.. kegelapan malam yang hadir kini bagaikan simponi mencekam yang menghadirkan sebuah nuansa menyeramkan, tidak hanya sekali dua kali sosok mahluk astral yang menyerupai wulan itu hadir kembali, dengan segala bentuk penampakannya yang hampir semuanya meninggalkan sebuah trauma ketakutan yang mendalam, semakin lama gw semakin merasakan kejanggalan dari peristiwa peristiwa yang gw alami, kini gw merasakan diri gw ini ibarat magnet yang menarik kehadiran mahluk mahluk astral untuk menampakan keberadaannya.

Malam ini di keheningan yang semakin mencekam, gw mencoba memberanikan diri menulis dan merangkai satu persatu kalimat kedalam sebuah cerita, sesekali tatapan gw menangkap kehadiran mereka, yang menatap gw dengan tatapan kosong dan penuh kebencian, seakan akan mereka mengerti tentang apa yang sedang gw tuliskan, hembusan angin dingin yang kian terasa menerpa punggung ini, seperti sebuah usapan halus yang memberi tanda agar gw segera menghentikan semua tulisan ini.. hingga akhirnya sebuah suara terdengar memecah kesunyian malam.. sangat pelan.. penuh dengan intonasi kesedihan didalamnya.

“zaaa.. bapak mengalami kecelakaan. .sekarang dalam keadaan koma dirumah sakit XXXXXXXX”

Sejenak gw tertegun dan terdiam, mencoba mengulangi semua perkataan yang keluar dari mulut mamah, seorang wanita tegar yang kini terlihat bersimpuh dalam kepasrahan, masih sempat gw bertanya pada keheningan malam yang hampir mencapai kesempurnaannya, apakah semua kejadian kejadian yang menimpa bapak, minto, indra dan wulan adalah sebuah tumbal dari prosesi ritual yang telah gw lakukan ataukah ini hanyalah bagian dari sebuah roda kehidupan yang terus berputar dimana kehidupan dan kematian selalu mengiringi putarannya.. dan gw masih tetap akan disini, menghadapi datangnya kegelapan malam dalam kesendirian seraya berharap pagi akan segera datang dengan memberikan sebuah kabar bahwa mimpi buruk ini sudah berakhir…. (Jakarta, 26 Sept 2015)

Sebuah kalimat renungan:

“suatu hal yang wajar ketika manusia mempunyai rasa keingintahuan.. dan suatu hal yang bijaksana apabila rasa keingintahuan itu didasari oleh ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang baik.. sehingga kita tidak tersesat didalam menyikapi misteri kehidupan..”

========== SELESAI ============


Terima kasih untuk agan/aganwati yang selalu setia mantengin kisah ini dan ikut meramaikan thread ini dengan berbagai macam apresiasinya, semoga ada manfaat yang bisa diambil dari kisah sederhana ini.

Untuk para dermawan cendol dan rate, enggak bosen bosennya ane kembali ngucapin terima kasih atas timpukan cendol dan rate bintangnya.


Sebagai apresiasi ke penulis asli, silahkan kunjungi tulisan asli di situs kaskus.com: kaskus.co.id/thread/55c6d39760e24bf50f8b456f

Tinggalkan komentar