Cerita dari kaskus oleh meta.morfosis
Inilah harga yang harus gw bayar dengan mahal dari semua pembuktian ini?
<< Baca sebelumnya: cerita horror jeritan malam chapter 28
2 minggu setelah semua kejadian pembuktian itu, gangguan demi gangguan masih saja terjadi, fenomena yang terjadi sepertinya tidak bisa lagi membedakan mana siang ataupun malam, kejadian kejadian aneh silih berganti kami alami, mungkin seharusnya kami mempunyai keberanian untuk menghadapi semua fenomena aneh tersebut, sudah cukup rasanya kejadian kejadian aneh yang menempa kami selama perjalanan menembus gelapnya hutan b*t*r* menjadi bekal bagi kami untuk menanamkan sebuah rasa keberanian dan mempunyai sebuah gambaran tentang sosok sosok ghoib yang wujudnya mungkin tidak akan jauh berbeda antara mahluk ghoib yang selalu menunjukan eksistensinya di mess dengan apa yang kami temui selama perjalanan pembuktian, akan tetapi kenyataan yang terjadi.. sepertinya kepercayaan diri kami, yang akan dengan mudah menghadapi semua fenomena fenomena aneh itu hanyalah sebuah kekeliruan, hari hari kami masih saja diliputi oleh rasa ketakutan yang mencekam.
“brengsekkk !!” maki minto begitu memasuki mess, tangannya terlihat membanting pintu, hingga menimbulkan suara yang mengagetkan, gw dan indra yang sudah sedari sore sudah terlebih dahulu tiba di mess hanya bisa terpaku menyaksikan kelakuan minto dari ruang tengah.
“coba lu baca nih za.. ndra…” sebuah amplop coklat terlihat dalam genggaman tangan minto, raut wajah minto yang penuh dengan kemarahan seakan akan menjadi gambaran isi berita didalam amplop coklat itu.
“ada apa sih to? macam orang kesurupan aja lu..” ucap gw seraya mengambil surat dari genggaman tangan minto, perlahan gw mulai membuka dan membaca isi surat tersebut, belum sempat mulut gw berbicara untuk merespon isi surat itu, indra yang semula terlihat tidak perduli, melangkahkan kakinya ke dalam kamar dan kembali lagi dengan sepucuk amplop yang berwarna sama dengan yang dimiliki minto.
“gw juga dapat to.. bukan cuma lu aja yang dapat..”
“lu bisa bayangin gak.. hanya karena kesalahan kecil yang kita perbuat dengan enggak masuk beberapa hari aja.. udah mendapatkan surat peringatan seperti ini.. seakan mereka lupa dengan jasa kita, yang terkadang enggak mengenal waktu dalam bekerja..” indra kembali menghempaskan tubuhnya ke kursi dan melemparkan surat yang berada dalam genggaman tangannya ke lantai.
“iya ndra.. jadi males gw kalau perlakuan perusahaan seperti ini..” sungut minto seraya menyulut sebatang rokok, tatapan matanya terlihat menatap gw dengan sebuah tanda tanya besar apakah gw mengalami hal yang sama dengan apa yang mereka alami.
“bagaimana dengan lu za?”
“sebelumya gw mau tanya, sebenarnya kalian ini minta izin atau enggak sih?” ucap gw balik bertanya, mencoba mengalihkan pertanyaan minto.
“mintalah za, tapi hanya dikasih izin sehari, minta tolong si yanto juga percuma.. hasilnya tetap sama” terang indra sambil memungut kertas yang tergeletak dilantai lalu merobeknya.
“kenapa kalian enggak ngomong kalau kejadiannya seperti itu?”
“percuma gw ngomong sama lu za, izin enggak di izinin lu pasti tetap pergi juga, mana mungkin kami membiarkan lu pergi sendiri” rupanya minto sudah bisa menangkap jalan pikiran gw yang akan tetap berangkat walaupun tidak memperoleh izin dari perusahaan.
“bagaimana dengan lu za?” kembali minto mengulangi pertanyaannya.
Indra hanya tersenyum mendengar pertanyaan minto, sesekali tatapan matanya mencoba meminta persetujuan gw untuk memberitahukan suatu hal yang belum minto ketahui, gw hanya terdiam tanpa menolak ataupun menyetujui inisiatif indra untuk memberitahukan minto.
“memangnya lu belum tau to..?” terlihat minto menggelengkan kepalanya.
“nasib reza berbanding terbalik dengan kita to.., justru reza mendapatkan sebuah promosi atas rekomendasi atasannya”
“masa sih za?” ucap minto dengan nada tidak percaya, sungguh tidak enak rasanya berada didalam situasi ini, disaat yang lain mendapatkan teguran kedisiplinan karena ketidak hadiran, gw mendapatkan sebuah promosi yang tidak gw sangka sangka datangnya.
“lu merasa aneh enggak za? kasusnya sama, enggak masuknya sama, tapi nasibnya beda, kalau menurut gw.. ini sangat aneh” ucap minto kembali, mencoba menghubungkan semua kejadian ini dengan ritual yang pernah gw lakukan.
“jangan mikir yang enggak enggak lu to, masih aja lu bahas ritual yang enggak terbukti hasilnya itu” nada bicara gw agak meninggi, menandakan ketidak sukaan gw atas perkataan minto.
“tapi memang sedikit aneh za, lu lihat enggak.. kalau gw perhatikan banyak perubahan dari wanita wanita yang bekerja dikantor kita, yang dulunya enggak perduli setengah mati, kini ada beberapa yang mendadak nawarin lu makan bareng bahkan sempat ada yang bawain lu sarapan pagi” ucap indra mencoba menganalisa.
Gw mencoba mengingat kembali kejadian kejadian yang indra sebutkan tadi, jikalau gw berpikir negatif tentu gw akan menghubungkan semua kejadian tersebut dengan ritual mistis yang pernah gw jalani, tapi gw mencoba membuang semua pikiran negatif itu dengan sebuah kalimat bahwa semuanya itu hanyalah faktor kebetulan semata.
“sudahlah.. pasti kalian hanya ingin menggiring pikiran gw untuk mempercayai bahwa semua kejadian kejadian yang menimpa gw adalah buah dari semua ritual mistis yang gw lakukan.. dan pada akhirnya kalian akan mempertanyakan kebenaran tumbal tumbal itu”
“bagaimana jika semuanya itu benar za?” tanya indra berharap sebuah argumen kecil keluar dari mulut gw.
“bagaimana jika semua itu enggak benar.. buka mata kalian, sudah 2 minggu semuanya itu berlalu.. apakah ada tanda tanda yang mengarah bahwa ritual yang gw jalani akan memakan tumbal, lebih baik kita melihat kenyataan yang ada dari pada hidup dalam berandai andai..” ingin rasanya gw memberikan sebuah argumen yang bisa membuat mereka berpikir lebih jernih dan membuang semua kecemasan yang masih menghantui mereka.
“sejujurnya gw sudah enggak kerasan kerja ditempat ini, mungkin seminggu kedepan gw akan mengajukan pengunduran diri, apapun alasan pengunduran diri ini, gw enggak akan beralasan semua karena gangguan gangguan ghoib yang gw alami selama di mess ini” terlihat indra dan minto menundukan wajahnya, mungkin mereka tidak menyangka gw akan mengambil keputusan seperti ini.
“keputusan lu ini bukan kerena lu tersinggung dengan ucapan kami kan za..?” raut wajah indra menampakan penyesalannya karena telah berulang kali menanyakan pertanyaan yang sama tentang kebenaran tumbal tersebut.
“enggak ndra.. justru gw berharap kalian bisa ikut serta merintis usaha bersama gw, dulu orang tua gw pernah menawarkan gw untuk melanjutkan usaha yang sudah mereka rintis.. bagaimana?”
“mau banget gw za.. bagaimana dengan lu to?” ucap indra dengan tersenyum.
“kalau gw enggak usah ditanya lagi, kalian pergi.. gw juga pasti pergi, enak aja lu berdua ninggalin gw ketakutan sendirian di mess yang menyeramkan ini..”
“begitu surat pengunduran diri kita disetujui, gw mau pulang ke rumah orang tua gw dulu, sekalian meminta izin mereka” senyum sumringah yang muncul dari wajah minto seolah menggambarkan keinginannya untuk secepatnya meninggalkan mess tua ini.
“setuju.. gw juga mau pulang kampung dulu, jangan lupa nanti lu tinggalin alamat rumah lu za, biar nanti kami bisa langsung menuju kesana” semua perasaan takut dan cemas yang selama ini menghantui indra dan minto mendadak lenyap seiring usulan yang gw kemukakan.
…
Tepat kurang dari 2 bulan, setelah setelah surat pengunduran diri kami ajukan, waktu yang kami nanti natikan akhirnya tiba, surat pengunduran diri yang kami ajukan hampir bersamaan akhirnya mendapat persetujuan manajemen perusahaan, walaupun gw harus menyisakan satu hari lebih lama tinggal di mess ini untuk menunggu kedatangan mas kamil yang akan melakukan kunjungan kerja, bagaimanapun gw harus berpamitan dengan orang yang telah berjasa memberikan gw sebuah pekerjaan.
“yakin lu mau sendirian sehari lagi disini za, enggak ikut bersama kami dulu ke semarang?” tanya minto sambil mengikat tali sepatunya, terlihat indra keluar dari kamar dengan sebuah ransel di pundaknya.
“iya za.. ikut aja bersama kami dulu, anggap aja sebagai jalan jalan terakhir sebelum kita berpisah” gw hanya tersenyum mendapati tawaran dari indra dan minto untuk ikut serta bersama mereka, mungkin kalau saja gw tidak terlebih dahulu berjanji untuk menunggu kedatangan mas kamil, tentu dengan senang hati gw akan menerima ajakan tersebut.
“sudahlah, mungkin lain kali aja.. jangan lupa, gw tunggu kedatangan kalian di bogor..” sebuah kalimat yang mengiringi perpisahan gw dengan minto dan indra, dan menjadi awal perpisahan abadi gw dengan mereka untuk selama lamanya.
…
Sebuah kabar telah tertulis dalam sebuah perjalanan panjang kisah perjalanan hidup manusia, tinta hitam telah tertumpah ketika sebuah jalur telah menjadi saksi terenggutnya sahabat yang telah menjadi bagian dalam lika liku perjalanan hidup yang dipenuhi hasrat keingintahuan kami bahwa kami hidup ditengah tengah mereka yang menatap kami dalam sebuah lingkaran misteri kehidupan yang luas melebihi jangkauan ilmu pengetahuan yang telah kami pelajari.
“to….ndraaaa! apa yang sebenarnya terjadi?” ucap gw dengan sedikit berteriak, melihat indra, minto dan mas dikin yang terlihat sedang berdiri membelakangi gw menatap seseorang yang terbaring di ranjang yang berhiaskan sprei putih, ada rasa gembira diantara suara gw yang parau karena kesedihan yang gw rasakan, mungkinkah sebuah kabar kelam yang gw dapatkan dari mas dikin adalah sebuah mimpi belaka ataukah hanya sebuah lelucon konyol yang tidak mempunyai nilai kelucuan sama sekali..
“to..ndra…” kembali gw menyapa indra dan minto dengan menyentuh bahu mereka, tapi.. ini aneh.. jangankan mereka membalas sapaan yang gw berikan, mencoba menoleh dan memberikan sebuah senyuman ringan pun sepertinya enggan mereka lakukan, hingga akhirnya tatapan mata gw menatap sosok yang terlihat terbaring di ranjang.
“enggak mungkin.. ini enggak mungkin..” tubuh gw beringsut mundur berusaha untuk tidak mempercayai apa yang telah gw lihat, dan perlahan tapi pasti, kini sosok indra dan minto yang berdiri didepan gw terlihat mulai memudar hingga akhirnya lenyap dan hanya menyisakan tubuh gw yang terlihat masih tertidur dengan pulasnya di ranjang, di temani tubuh mas dikin yang masih tetap setia berdiri mematung.
Bagaimana mungkin gw melihat tubuh gw sendiri yang sedang terbaring diranjang.., dimana sosok indra dan minto yang kini terlihat lenyap tak berbekas.., apakah gw sudah terlalu gila hingga harus bermimpi segila ini.. kini deretan pertanyaan pertanyaan itu bagaikan sebuah tombak tajam yang menusuk rasa keingintahuan gw, mata ini rasanya tidak sanggup lagi untuk berlama lama menyaksikan semua kegilaan ini, perlahan.. gw mulai memejamkan mata seiring harapan yang terucap.. semoga ketika mata ini kembali terbuka.. semua ini sudah berakhir dan menjadi akhir dari mimpi mimpi buruk yang telah gw alami, tapi rupanya takdir berkata lain, semua yang gw alami ini adalah sebuah awal dari mimpi mimpi buruk gw yang lain, entah gw harus memaknai semua ini sebagai sebuah anugerah ataukah sebuah hukuman atas dosa yang telah gw perbuat.
“pak rezaa..” ada rasa hangat yang gw rasakan disela sela jari yang coba gw gerakan, hingga akhirnya gw bisa merasakan sentuhan jari jari tangan yang mencoba menggenggam tangan gw dan menyadarkan gw bahwa semua mimpi mimpi buruk ini telah berakhir.
“pak rezaa..” kembali sebuah suara terdengar, dengan perlahan gw mencoba membuka kelopak mata, kini terlihat sosok mas dikin yang sedang berdiri menatap gw dengan jemari tangannya menggenggam tangan gw.
“apa yang terjadi mas?” tanya gw mencoba mencari tau dan juga berharap bahwa kabar tentang kecelakaan yang menewaskan minto dan indra hanyalah sebuah bagian dari mimpi buruk yang gw alami.
>> Lanjutkan membaca cerita horror jeritan malam epilog 2 tamat