Cerita Horror: Jeritan Malam Chapter 9

Cerita dari kaskus oleh meta.morfosis

Hari ke 5 di mess bagian tiga, ketika akal sehat gw terinjak2 petuah orang pintar

<< Baca sebelumnya: cerita horror jeritan malam chapter 8

Tidak lama berselang hadir dikin ditemani dengan seorang bapak separuh baya, dengan tanpa banyak berbasa basi bapak tersebut menghampiri indra yang masih terbaring dilantai, terlihat bapak tersebut merapalkan sesuatu, entah apa yang sedang dirapalkannya, tangannya sesekali memegang dada indra dan menggeserkannya ke arah kepala, seperti sedang membuang sesuatu.

“boleh minta air putih” pinta bapak tersebut kepada mas dikin, segera mas dikin berlari keluar kamar dan kembali lagi dengan segelas air putih, kini air putih yang dipegang bapak2 tersebut bagaikan medium doa2 yang terucap lalu diminumkannya kepada indra, terlihat perlahan kesadaran indra berangsur pulih.

“tolong papah keruang tamu saja, biar mendapat udara segar” ucap bapak tersebut sambil meminta mas dikin membantunya menuntun indra ke ruang tamu dan menidurkannya di kursi panjang ruang tamu.

“bagaimana keadaan indra pak?” tanya gw dengan rasa ingin tau.

“haji mustofa” terlihat bapak tersebut mengulurkan tangannya ke arah gw.

“reza”

“keadaan indra baik, sekarang dia sudah sadar dan akan berangsur normal” ucapnya sambil menatap indra, terlihat indra sudah bisa tersenyum walaupun masih menyisakan raut wajah kelelahan.

“sebenarnya apa yang terjadi?” ucap haji mustofa mencoba mencari tau latar belakang semua kejadian ini, akhirnya gw mencoba menjelaskan tentang rasa iseng gw mengerjai indra yang berbuah malapetaka, mendengar penjelasan gw, haji mustofa mencoba menjelaskan kepada kami tentang sesuatu yang tidak kasat mata menguasai indra.

“maksud pak haji, setan?” tanya gw dengan rasa tidak percaya, tampaknya haji mustofa bisa menangkap apa yang gw rasakan, logika gw tidak bisa menerima semua penjelasan haji mustofa secara mentah2.

“apakah nak reza mempunyai argumen lain?” gw bisa merasakan dari nada bicara haji mustofa, bahwa dia adalah seseorang yang bisa menerima suatu perbedaan, bukan seseorang yang merasa pintar sendiri karena keahliannya.

“ndra.. apakah lu marah sama gw setelah tadi gw kerjain?” tanya gw kepada indra untuk membuka sebuah argumen.

“kesal, ingin membalas, bahkan ingin rasanya gw memukul lu za.., gw enggak terima dikerjain macam itu” jawab indra sambil menatap gw.

“tepat seperti dugaan gw” ucap gw sambil mencoba mencari jawaban dari semua rangkaian kejadian tadi.

“maksud kamu?” ucap haji mustofa dengan nada heran.

“disaat perasaan indra berada dalam puncak rasa kesalnya, alam bawah sadarnya mengambil fungsi otak normal indra, seperti yang kita tau, alam bawah sadar manusia itu mempunyai kekuatan yang sangat besar” sesaat gw menghentikan pembicaraan dan menyulut sebatang rokok.

“seorang yang lemah bisa menjadi kuat, baik bisa menjadi jahat, berhubung indra sebelumnya menyimpan dendam sama gw, akhirnya indra bisa bertindak seperti itu”

“maksud lu seperti apa za?” tanya indra, sepertinya kesadarannya sudah berangsur normal.

“mencengkram dan mencekik gw, bahkan lu bernafsu banget membenturkan kepala gw dilantai” jawab gw menerangkan, tampak raut muka tidak percaya di wajah indra mendengar jawaban gw, raut mukanya seakan mengatakan rasa tidak percaya telah melakukan itu semua, terlihat senyum dari wajah haji mustofa mendngar penjelasan gw.

“semua penjelasan kamu benar, tapi jangan lupa, tuhan menciptakan jin dan manusia, disaat manusia sedang rapuh, berpikiran kosong, disitulah setan mempunyai celah masuk kedalam tubuh manusia, mengambil alih pikiran bawah sadar manusia dengan segala tipu muslihat jahatnya” terang haji mustofa sambil mengucapkan terima kasih kepada mas dikin yang telah menghidangkan secangkir teh manis hangat.

“andai kamu tadi terluka, 100% itu bukan pekerjaan setan, dia hanya membisikan kejahatan, kebetulan tadi indra menyimpan kebencian sama kamu, rasa benci yang indra rasakan dibawah alam sadar ditambah dengan bujukan setan untuk mewujudkannya, maka terjadilah peristiwa itu, sungguh dahsyat bukan” ucap haji mustofa kembali, gw bisa menerima semua argumen haji mustofa, bapak tua ini telah mebuat gw terkagum kagum atas pemikiran intelektualnya, tadinya gw berpikir dia akan mementahkan argumen gw dan membalasnya dengan argumen yang 100% klenik.

Setelah beberapa lama kami berbincang bincang akhirnya haji mustofa pamit untuk pulang.

“jangan lupa nak reza, kamu harus percaya hal yang ghoib itu memang ada dan kita hidup berdampingan dengan mereka” ucapnya sebelum beranjak pergi.

“apakah itu orang pintarnya?” tanya gw kepada mas dikin yang sedang membersihkan luka ditangan indra.

“bukan pak” jawab mas dikin, gw berharap mas dikin akan menjawab bahwa memang dialah orangnya, seseorang yang cerdas dengan keahlian khusus, entah orang pintar seperti apa yang dimaksud mas dikin, mungkin seseorang yang berwajah seram dengan burung gagak dibahunya, dan tongkat dengan kepala tengkorak ditangannya, pikir gw menerka nerka.

Hingga akhirnya waktu magrib pun datang, kami duduk diteras depan menunggu kedatangan orang pintar itu, terlihat mas dikin membawa sekantong plastik hitam kedalam rumah.

“apa yang dibawa tadi mas?” terliaht mas dikin hanya tersenyum tapi tidak menjawab, setelah menunggu lama, orang pintar yang dimaksud akhirnya datang, seseorang yang masih terlihat muda mungkin lebih tepatnya paruh baya, dengan pakaian tradisional jawa, celana hitam lengkap dengan kain yang membalut kepalanya, dilengannya tampak gelang hitam yang terlihat besar, kami menyebutnya gelang akar bahar, sangat berbeda sekali dengan sosok yang gw jumpai siang tadi.

Setelah berbasa basi secukupnya akhirnya sang orang pintar itu mengajak kami ke ruang tengah, terlihat mas dikin membawa kantong plastik yang tadi dibawanya.

“ohhh rupanya ini persyaratan orang pintar itu?” ucap gw kepada minto yang tampak tegang.

“diam lu za, kita lihat aja apa yang terjadi” ucap minto menyikut lengan gw.

“ndra” tegur gw untuk melonggarkan rasa tegang yang indra rasakan.

“sttt, jangan mulai za” jawabnya dengan mendelikan mata, akhirnya gw terdiam dan mencoba menyaksikan apa yang akan gw saksikan, terlihat orang pintar tersebut mulai membakar kemenyan hingga asapnya begitu menyesakan dada ini, mulutnya berkomat kamit didepan hamparan bunga, kopi, lisong, dan secangkir darah ayam didepannya, sebilah keris yang berada dipinggangnya kini digenggamnya, tangannya terlihat bergetar seiring dangan getaran yang ditimbulkan keris itu, sungguh sangat mencekam suasana yang gw rasakan saat ini, mendadak hawa dingin terasa menyelimuti kami, hawa dingin dengan balutan asap kemenyan, sungguh sebuah kombinasi yang membuat bulu kuduk berdiri, keris yang diletakan diatas cangkir berisi darah itu mendadak terpental dengan sendirinya, sebuah peristiwa yang baru pertama kali gw saksikan.

“lohh kok bisa?” ucap gw secara reflek yang dibalas tatapan orang pintar itu agar gw tidak berbicara, hingga akhirnya sebuah tawa panjang seorang wanita terdengar dari arah dapur diiringi dengan bunyi benda yang jatuh, pintu kaca yang membatasi ruang tengah perlahan terlihat membuka dan tertutup kembali, setelah sang orang pintar terlibat pembicaraan entah dengan siapa, akhirnya semua ritual itu ditutup.

“mereka sudah menerima permintaan maaf kita, dan berjanji tidak mengganggu lagi” ucap orang pintar itu coba menjelaskan.

“lohh katanya mau diusir, kok ini malah diberi sesaji?” tanya gw dengan nada protes.

“mereka ini penghuni lama, sangat kuat, diusir kemanapun mereka akan kembali lagi, kalau boleh tau itu kamar siapa?” tanya orang pintar itu menunjuk ke arah kamar gw.

“kamar saya pak, ada apa?” terlihat tatapan matanya yang agak kurang senang kepada gw.

“kamu berguru?” tanyanya lagi, dan gw tidak mengerti dengan maksud ucapannya, hanya gelengan kepala yang bisa menjawab pertanyaan orang pintar tersebut.

“apapun yang kamu bawa sebaiknya kamu singkirkan atau serahkan pada saya agar tidak terjadi gesekan kekuatan disini”

“maksud bapak tuh apa?” kini gw merasa agak tidak senang dengan ucapan orang pintar tersebut.

“kamu mengerti apa yang saya maksud” ucapnya kembali sambil tersenyum sinis, gw bisa menangkap arah pembicaraan orang pintar ini, gw yakin tujuan pembicaraan ini adalah tentang keris/kujang kecil yg gw temukan di tas, keris/kujang kecil yang mungkin diselipkan bapak dan mungkin mempunyai nilai harga yang mahal yang bisa gw gunakan sewaktu waktu disaat gw kekurangan uang.

“dasar orang brengsek, jangan pikir gw bego” ucap gw memaki orang pintar itu didalam hati, tampak indra, minto dan dikin yang terbengong tidak mengerti dengan arah pembicaraan ini.

“kamu tidak percaya dengan hal yang mistis dan cenderung meremehkan” terlihat orang pintar itu mulai membereskan peralatan ritualnya, entah dia sedang menerka pemikiran gw, ataukah mas dikin yang memberitahunya tentang ketidakpercayaan gw terhadap hal hal yang berbau mistis.

“pejamkan mata kamu” ucapnya kembali sambil mulutnya berkomat kamit, gw pejamkan mata, gw bisa merasakan ketika telapak tangan orang pintar itu menjamah bagian depan kepala gw, hingga akhirnya semua terasa sunyi, sangat sunyi, gw merasa heran dan akhirnya memutuskan membuka mata, kini gw mendapati kenyataan bahwa gw berada diruangan ini seorang diri.

Rasa tidak percaya segera menghantui pikiran gw, bagaimana bisa mereka pergi tanpa gw tidak ketahui, segera gw beranjak dan mencari mereka dan memutuskan menuju kamar indra, entah mengapa kaki gw terasa ingin melangkah kesana, hingga akhirnya ketika gw membuka pintu kamar gw mendapati sesosok wanita tanpa kepala yang duduk diatas lemari kamar indra dengan gaun putih yang terlihat usang terjuntai panjang menutupi kakinya hingga menyentuh lantai, dan yang lebih membuat gw merinding adalah tangan, ya tangan yang berada diatas kedua lutunya itu memegang sebuah kepala yang notabene adalah kepalanya sendiri, kepala dengan rambut panjang tergerai, gw tidak bisa melihat wajah kepala itu, hingga akhirnya kepala itu terlepas dari genggaman tangannya dan terjatuh dilantai dilanjutkan dengan pekik tawa yang mengantarkan gw terkulai lemas tidak berdaya dalam rasa ketakutan yang teramat dalam.


>> Lanjutkan membaca cerita horror jeritan malam chapter 10

Kunjungan wulan ke mess, sesuatu yang tidak diharapkan…

Tinggalkan komentar