Cerita Horror: Jeritan Malam Chapter 8

Cerita dari kaskus oleh meta.morfosis

Hari ke 5 di mess bagian dua, ketika akal sehat gw terinjak2 petuah orang pintar

<< Baca sebelumnya: cerita horror jeritan malam chapter 7

“kenapa diam lu za, lagi mikirin apa?” indra tampaknya tidak nyaman dengan kesunyian akibat gw terlalu banyak terdiam dalam pembaringan, ingin rasanya gw bercerita pada indra tentang kakek2 tua yang gw temui di kereta, tentang keris/kujang yang gw dapatkan secara tidak sengaja dari dalam tas, tetapi sekali lagi semua itu urung gw utarakan, gw yakin apa yang akan gw ceritakan hanya akan menambah rasa takut indra menghadapi semua kejadian ini.

“za!!! hehhh ngobrol dong” nada bicara indra terdengar semakin kencang sambil mengguncang guncangkan tubuh gw, entah ide iseng yang datang darimana, tiba tiba saja timbul keinginan untuk mengerjai indra, sambil tetap tatapan mata gw menatap langit langit kamar, gw coba untuk sama sekali tidak menjawab semua perkataan indra, hingga akhirnya gw menoleh kearah indra sambil membelalakan mata dan menggeram layaknya seekor harimau yang sedang marah.

“auuummm hrrrrr” hampir saja gw tidak bisa menahan tawa melihat ekspresi indra yang tampak terkejut ketakutan dan terjatuh dari bangku yang dia duduki.

“ampun mbah.. ampunnn” ucap indra dengan paniknya, lalu bergegas berdiri dan berlari keluar kamar sambil membanting pintu kamar gw, mendapati indra yang sudah berlari ketakutan keluar kamar, gelak tawa segera pecah, lucu rasanya melihat indra berlari dengan paniknya meninggalkan gw sendiri.

“ndraaa!! gw cuma bercanda” teriak gw masih dengan gelak tawa yang tidak bisa gw hentikan.

“ndra sini masuk lagi, serius.. gw cuma bercanda” teriak gw kembali mencoba memanggil indra, tampak tidak terdengar jawaban dari indra diluar sana, mungkin dia dongkol dan marah menyadari dirinya gw kerjai, akhirnya tawa gw terhenti seiring indra yang tidak kunjung menjawab panggilan gw.

Hampir 10 menit gw masih terbaring diranjang dan indra tak kunjung juga kembali ke kamar, akhirnya gw putuskan mengambil sebatang rokok dan membakarnya, hembusan angin yang bertiup dari arah jendela, megundang gw untuk menghampirinya, tampak diluar sana belum terlihat minto dan dikin.

“rupanya sholat jumat belum selesai” ucap gw sambil menghirup rokok dalam2, tatapan mata gw menatap pohon besar yang terletak diluar pagar, pohon itu terlihat tua dan gagah berdiri dengan rimbunan dedaunannya, tampak terlihat biasa dan tidak menyeramkan dikala siang hari, mungkin umur pohon itu sama tuanya dengan bangunan mess ini atau mungkin lebih tua, entahlah.. tapi andai kata pohon itu dapat berbicara mungkin dia akan berbicara dan menceritakan tentang kisah yang pernah terjadi dirumah ini, lama gw terpaku hingga akhirnya rasa hangat di jemari gw memberikan tanda bahwa batangan rokok itu sudah habis terhisap.

“ahhh gampang marah nih si indra” ucap gw sambil melangkahkan kaki keluar kamar, disaat ini kembali gw merasakan sebuah nuansa perbedaan tingkat kenyamanan, antara gw berada didalam kamar dengan gw berada diluar kamar, beda sekali hawa yang gw rasakan, didalam kamar gw bisa merasakan rasa hangat walaupun itu disaat malam hari, tetapi ketika berada diluar kamar, gw bisa merasakan hawa dingin dan lembab.

“ndra” tatapan mata gw mencoba menoleh ke arah dapur, tampak dari pintu kaca itu gw tidak melihat keberadaan indra.

“ndraaaa.. dimana lu” ucap gw sekali lagi sambil melangkahkan kaki menuju ruang tamu dan mencoba menyingkap tirai jendela, sekali lagi gw tidak melihat keberadaan indra diluar sana, gw hanya melihat keberadaan beberapa orang yang berjalan entah menuju kemana, tapi gw bisa memastikan orang orang itu berasal dari masjid yang berada tidak jauh dari mess ini.

“rupanya sholat jumat sudah selesai” ucap gw sambil mencoba kembali mencari keberadaan indra.

“ndra.. dimana lu, laki laki enggak boleh ambekan” ucap gw dengan nada sedikit tinggi, akhirnya gw putuskan untuk menuju kamar indra, ketika membuka pintu kamar indra, tercium wangi khas dari bunga bunga yang biasa disajikan dalam sesajen.

“dasar manusia kuno, masih saja pasang sesaji” ucap gw memaki dalam hati, hingga akhirnya pintu terbuka, tampak didalam kamar sana indra yang sedang duduk dipinggiran tempat tidur, tatapan matanya terlihat kosong tanpa sekalipun berpaling menatap gw, tatapan matanya masih tetap menatap dinding dengan dinginnya, terlihat sebuah gelas kopi ditangan kanannya, beberapa helai bunga tampak dalam genggaman tangan kirinya.

“ndra..” tegur gw pelan tanpa mencoba menghampirinya, kini tatapan mata gw terpaku pada ceceran bunga yang terlihat berantakan diantara kaki indra, begitu juga dengan sesajen yang berada disudut kamar, tampak berantakan, rupanya gelas kopi yang berada dalam genggaman tangan indra adalah gelas kopi yang seharusnya menjadi bagian dari sesajen.

“jangan bercanda lu ndra, lu mau balas gw ya” ucap gw kembali kepada indra.

“kalau lu marah, gw minta maaf.. udah cukup, enggak lucu ndra” kini gw merasa tidak nyaman dengan cara indra bertingkah laku, andai ini adalah bentuk balas dendam indra, gw akan mengakui seri hasilnya karena gw pun takut melihat ekspresi indra, kini tatapan mata indra terlihat menatap gw dan tersenyum dengan senyuman kecil yang menakutkan.

“cukup ndra!! oke lu menang, gw mengaku takut” ucap gw tanpa bergeming dari posisi gw yang berdiri di pintu, mendengar ucapan gw, indra bukannya menghentikan tingkah lakunya, kini helaian bunga yang berada ditangan kirinya sudah berpindah kedalam mulutnya, terlihat indra mengunyah seperti orang yang mengunyah makanan dengan nikmatnya, dilanjutkan dengan meminum kopi hingga habis tanpa tersisa, terlihat ampas kopi mengotori baju dan sekitar mulut indra.

“mau lu apa ndra!!!” teriak gw dengan emosi, gw masih merasa ini merupakan bagian skenario indra untuk membalas dan menakuti gw, ingin rasanya gw memaki dan memukul wajah indra, hingga akhirnya indra melakukan sesuatu yang membuat gw berpikir ulang untuk melakukan itu semua, gw melihat indra mulai menggigit bagian pinggir gelas.

“trakkkk”

Gelas yang berada ditangan kanan indra kini tampak pecah dengan menyisakan pecahannya dimulut indra, dengan perlahan pecahan tersebut segera masuk kedalam mulut indra, terlihat indra mengunyahnya diiringi sorot matanya yang membelalak, kini rasa takut dan khawatir segera mendominasi akal sehat gw, gw khawatir dengan keselamatan indra, tapi gw juga takut untuk berbuat sesuatu karena gw tidak mengerti dengan situasi yang gw hadapi.

“apa apaan ini” ucap gw dengan keheranan, terlihat mulut indra agak berdarah seiring dengan kunyahannya, rupanya tajam beling itu sudah melukai mulutnya.

Mata gw sudah tidak mampu menyaksikan semua kejadian gila ini, gw harus berbuat sesuatu sebelum kejadian ini melukai indra, kini kunyahan itu terlihat terhenti, pecahan beling dalam mulut indra mungkin sudah terkunyah halus, dengan perlahan indra menelannya.

“cukup.. hentikan!!!” teriak gw sambil mencoba menghardik indra atau jenis mahluk apapun yang menguasai tubuh indra, bukannya kesadaran indra yang gw dapati, tapi pekikan tawa indra yang terdengar melengking menakutkan diiringi dengan jari tangannya menunjuk ke arah gw.

“jangan menantang saya.. hihihihi”

“ini wilayah saya, kekuasaan saya.. hiihihiihhihih”

suara tawa yang keluar dari mulutnya kini semakin panjang dan membuat bulu kuduk gw berdiri, ini suara wanita, mana mungkin indra bisa menirukan suara wanita semirip ini, pikir gw dengan rasa heran, akhirnya gw putuskan untuk mencoba memberanikan diri bertanya pada sosok mahluk yang mungkin menguasai tubuh dan pikiran indra.

“siapa kamu? apa mau kamu? tinggalkan teman saya” ucap gw dengan gugup, sungguh gila, ini benar benar diluar pemikiran gw yang waras.

“hihihihihih.. saya mau tumbal.. saya mau tumbal!!!” jawabnya dengan berteriak dan suara tawa yang keras.

“kamu, teman teman kam.. tumbal.. tumball..!” kembali dia berteriak dengan matanya yang membelalak.

Kini rasa takut yang sebelumnya begitu dominan menguasai gw, berganti menjadi rasa khawatir akan keselamatan indra, terlihat pecahan gelas yang masih berada ditangan kanan indra kini telah digores2kan dikulit tangan kiri indra, semua kejadian ini kini sudah meyakinkan gw bahwa ada sesuatu yang menguasai diri indra, entah mahluk astral atau alam bawah sadar indra yang sedang mengalami gangguan, disaat tatapan mata indra terlihat terfokus pada goresan yang sedang dia buat ditangan kirinya, dalam sekejap gw mengambil kesempatan itu untuk menendang tangan kanan indra yang memegang pecahan gelas dengan sekuat kuatnya, hingga pecahan gelas itu terpental dengan terlebih dahulu melukai kulit indra, entah keberanian yang datang darimana, segera gw menerjang tubuh indra dan mendekapnya, sungguh ini diluar dugaan, tubuh indra yang terlihat lebih kecil dari gw seharusnya bisa gw dekap dengan mudah, akan tetapi kenyataan yang gw hadapi, indra melawan dekapan gw dengan tenaga yang sangat kuat, sangat tidak masuk akal, hingga akhirnya kami terjatuh dari ranjang dan bergumul dilantai, dengan mudahnya indra membalikan semua keadaan, kini bukan lagi gw yang mendekap tubuh indra, tapi kini indra berada diatas tubuh gw, dengan jari jari tangannya yang mencengkram dengan keras dileher gw.

“ndra..” gw coba berteriak dengan suara yang hampir tidak bisa terdengar dengan jelas, dengan harapan indra sadar dan mengendurkan cengkraman tangannya, bukannya kesadaran yang gw dapatkan, kini cengkraman tangan indra terasa lebih keras sambil membenturkan kepala gw dilantai.

Terbayang dalam pikiran gw, kalau gw akan segera mengakhiri hidup ditangan teman gw sendiri, semakin lama tenaga gw semakin lemas, tatapan gw perlahan mulai meredup, terasa semakin gelap, semua disebabkan supply oksigen kedalam otak gw terhambat oleh cengkraman tangan indra yang kuat, hingga akhirnya sebelum kesadaran gw benar2 menghilang, terlihat minto dan dikin yang datang dan segera memberikan pertolongan, dengan susah payah mereka mencoba menarik indra dan melepaskan cengkraman tangannya dari leher gw, disela sela nafas yang makin terasa sesak, gw melihat dikin dan minto berhasil melepaskan cengkraman tangannya lalu terlibat dalam pergumulan dengan indra, hingga akhirnya mereka bisa meredakan amukan indra.

“mas dikin, ikat tangannya dengan kain” ucap minto dengan nafas memburu, dalam posisi menduduki punggung indra, setelah berhasil mengikatnya terlihat kelelahan di wajah mereka, kelelahan bercampur dengan rasa lega.

“lu enggak kenapa2 za?” ucap minto sambil membangunkan gw dari lantai dan mendudukan gw dipinggir ranjang, terlihat indra yang terbaring dilantai dengan posisi tengkurap, tampaknya dia juga sudah lelah tapi belum terlihat tanda tanda kesadaran pada dirinya.

“pak min, saya panggil pak haji yang bisa menangani hal ini dulu” ucap dikin sambil bergegas berlari keluar kamar.


>> Lanjutkan membaca cerita horror jeritan malam chapter 9

Hari ke 5 di mess bagian tiga, ketika akal sehat gw terinjak2 petuah orang pintar.

Tinggalkan komentar