Cerita dari kaskus oleh meta.morfosis
Hari ke 5 di mess, ketika akal sehat gw terinjak2 petuah orang pintar
<< Baca sebelumnya: cerita horror jeritan malam chapter 6
Setelah memasuki rumah, segera gw menuju kamar dan mengganti celana yang tadi dipinjamkan indra, bila mengingat semua kejadian tadi rasa malu kembali menghinggapi diri gw, haruskah gw menjilat semua perkataan gw yang tidak mempercayai hal hal ghoib, haruskah gw kehilangan semua kepercayaan diri dan keyakinan gw bahwa semua kejadian itu adalah fenomena alam yang bisa dijelaskan oleh segudang ilmu pengetahuan yang sudah gw pelajari?
Lama gw terdiam didalam kamar dengan semua rasa malu ini, sejujurnya diantara rasa takut ini masih ada sebuah ketidak percayaan dan rasa penasaran akan hal yang terjadi, sedangkan diluar kamar sana, samar samar terdengar percakapan antara dikin, minto dan indra yang sepertinya sedang menghubungkan semua kejadian ini dengan perbuatan yang pernah gw perbuat, sebuah kejadian dimana gw menendang sesajen yang dihidangkan dikamar minto, sebuah sajian yang konon dihidangkan untuk penghuni rumah ini.
“brengsek!!!” kutuk gw akan semua kejadian ini.
“wanita yang berayun ayun di pohon besar itu, suara panggilan dari seorang laki laki dengan nada seraknya, sosok mas dikin didapur, suara rantai yang ditarik hingga pukulan2 di dinding dan jendela kamar, apakah ini dilakukan oleh mahluk atau seseorang yang sama?”
Kembali gw berpikir akan semua kejadian itu, hingga akhirnya gw teringat dengan suara itu, ya suara geraman yang munculnya hampir berbarengan dengan semua kejadian itu, dan akhirnya suara itu mengantarkan gw untuk berpikir ulang kebelakang saat perjumpaan gw dengan seorang kakek2 tua dikereta yang selalu berbicara tentang harimau putih yang selalu menyertai gw.
“harimau..” gw tertegun sejenak.
“apakah ini ada hubungannya dengan sebuah keris atau kujang yang gw temukan di tas?” kembali gw teringat dengan sebuah keris/kujang yang sengaja gw simpan didalam lemari dibawah tumpukan baju, setelah mengambil benda tersebut kembali gw membuka dan memperhatikan benda kecil yang terlihat unik dan tua.
“benarkah benda ini mewakili keberadaan harimau putih itu?”
Bullshit.., ini hanya sebuah benda tua yang sengaja diselipkan oleh orang tua gw, mungkin mereka beralasan benda ini sewaktu waktu bisa gw jual disaat gw sedang kekurangan uang, karena gw yakin bahwa benda tua yang dikoleksi orang tua gw adalah benda2 yang mempunyai harga karena nilai sejarah dan keunikannya, kembali logika sehat gw menyangkal akan keberadaan mahluk astral yang berhubungan dengan benda ini, setelah puas memperhatikan benda tersebut akhirnya gw meletakan kembali benda tersebut didalam lemari dan melangkahkan kaki kekluar kamar, tampak dikin, minto dan indra masih tampak didepan pintu kamar indra dan memperhatikan gw.
“sudah jam 3 pagi” ucap gw kepada diri sendiri ketika melihat jam yang tergantung di dinding ruang tengah, ada keinginan untuk meminta tolong kepada indra, dikin dan minto untuk mengantarkan gw ke kamar mandi untuk melanjutkan buang air besar yang belum terselesaikan secara sempurna atau hanya sekedar menyiram sebagian kotoran yang telah gw keluarkan, tapi kembali rasa malu menghalangi semua keinginan itu, gw harus menunjukan bahwa gw masih mempunyai keyakinan akan semua perkataan yang telah gw ucapkan.
“mau kemana za?” tanya minto melihat gw melangkahkan kaki menuju pintu kaca yang memisahkan dapur dan ruang tengah.
“kamar mandi” jawab gw dengan penuh keyakinan.
“yakin lu, perlu kami anterin apa enggak?” tanya minto kembali.
“enggak to, lihat tuh sudah jam 3 pagi, sudah hampir pagi, masa gw takut” jawab gw tersenyum dan meneruskan langkah kaki ini, entah mengapa disaat gw membuka pintu kaca dan mulai memasuki lorong pendek menuju dapur dan kamar mandi, sebuah hawa dingin kembali menerpa gw, ada rasa tidak suka dihati gw melihat beberapa buah lukisan wajah wajah yang tergantung dilorong dan dapur, lukisan wajah wajah orang tua zaman dahulu lengkap dengan pakaian tradisional dan belangkon dikepalanya, entah siapa mereka tapi yang pasti semua lukisan itu terlihat sudah usang dan lama sesuai dengan bentuk bangunan ini, ada keinginan untuk menolehkan tatapan ini ke lukisan2 itu lebih lama dan memperhatikannnya lebih seksama akan tetapi hawa dingin yang menyambut gw, telah memaksa gw mengurungkan niat itu, diantara rasa keberanian yang kembali gw tanamkan ini, rasa takut yang sebelumnya gw alami akhirnya kembali menghinggapi, gw langkahkan kaki secara tergesa2 melewati lorong, dapur dan akhirnya gw kembali terpaku di depan pintu kamar mandi, jantung gw berdegup kencang, hingga nadanya seakan terdengar ditelinga ini.
“gw harus berani..” ucap gw pelan memompa rasa keberanian, segera gw dorong pintu kamar mandi yang kini tertutup, pintu kamar mandi yang telah menjadi korban keganasan tendangan gw karena rasa takut kini kembali menjadi pembatas antara rasa keberanian dan takut gw dengan sesuatu yang akan gw saksikan dibaliknya, perlahan demi perlahan pintu itu gw dorong seiring adrenalin gw yang terlontar keluar, hingga akhirnya pintu terbuka sempurna.
“sstttttttt” sebuah suara diiringi hembusan angin lembut yang keluar dari arah kamar mandi segera menerpa wajah gw, angin lembut yang mengantarkan sebuah desisan suara halus wanita ditelinga gw dan aroma bau bangkai yang membuat mual perut ini, gw bisa memastikan ini bukanlah hawa bau kotoran gw, tapi ini merupakan bau busuk daging atau bangkai, ingin rasanya gw kembali berteriak dan memanggil indra, minto, dikin untuk segera menolong gw yang kembali diliputi rasa ketakutan.
“gw enggak takut.. enggak takut” ucap gw didalam hati sambil memejamkan mata, andai gw kembali berteriak dan berlari ketakutan, bisa dipastikan hancur sudah harga diri dan keberanian gw, hingga akhirnya perlahan lahan aroma bau itu menghilang, kembali gw buka mata dan mendapati ruangan kamar mandi yang kosong, mata gw menatap ke segala penjuru kamar mandi sebelum memutuskan masuk dan menyiram kotoran yang belum sempat gw siram, ada rasa lega ketika berhasil menyelesaikan itu semua, kini keberanian gw timbul kembali dan yang pasti gw masih bisa membuktikan kepada indra, minto dan dikin bahwa gw masih berani dan akan menjelaskan semua fenomena ini.
Sombong, angkuh, terlalu percaya diri, itulah yang gw rasakan saat ini, rasanya tidak sabar untuk melangkahkan kaki ke arah mereka untuk menjelaskan ini semua dengan rasa bangga, hingga akhirnya tatapan mata gw terhenti pada sebuah lukisan yang terpajang di lorong ruangan, lukisan seorang pria jawa tua dengan kumis lebat dan belangkon dikepalanya, seperti seseorang dari zaman dahulu, mungkin zaman kolonial dimana pakaian ini menggambarkan kedudukannya yang terhormat, lama gw terpesona dengan kewibawaannya, hingga akhirnya semua pesona itu menjadi pudar dan berganti dengan pemandangan menyeramkan, pemandangan yang sulit dijelaskan dengan akal sehat, dimana keadaan gw sudah sangat sadar, tidak terpengaruh oleh rasa ngantuk, dan mata gw bisa menyaksikan secara sempurna akan apa apa yang terjadi, tampak mata lukisan itu seperti memerah, mata lukisan yang sebelumnya terlihat seperti tatapan mata orang normal kini terlihat seperti membelalakan matanya, tatapan mata itu menatap dalam ke arah pandangan gw dan seakan mengatakan.
“ini wilayah gw, ini kekuasaan gw, lu harus pergi atau mati ditempat ini”
Tubuh gw bergetar hebat, keringat dingin yang keluar dan bulu kuduk yang berdiri tidak bisa gw rasakan lagi, tubuh ini terasa kaku untuk digerakan, hingga ahirnya setelah lama terdiam dengan posisi yang sangat tidak nyaman tersebut, mulut gw yang sebelumnya terasa terkunci akhirnya bisa digerakan, entah mengapa disaat ini keinginan gw untuk menjerit dan menangis terasa begitu kuat, mungkinkah ini efek rasa takut gw yang sudah begitu mendalam dan tidak bisa terkontrol lagi?
“tolongin gw.. tolongin gw..” hanya itu yang bisa gw teriakan diantara tangisan yang sudah bisa tertahan lagi, hingga akhirnya minto, indra dan dikin berlari ke arah gw dengan rasa panik, ada rasa lega menyaksikan kehadiran mereka, hingga akhirnya badan ini terasa lemas untuk berdiri, gw pingsan dilorong itu dan tidak bisa menyaksikan apa yang setelah itu mereka lakukan untuk menolong gw.
“sukur, akhirnya lu sadar juga za” terlihat wajah indra diantara dua buah kelopak mata gw yang mulai terbuka, entah berapa lama gw pingsan, sekarang gw mendapati tubuh gw sudah terbaring di ranjang kamar gw, tubuh ini terasa lelah sekali seperti orang yang habis melakukan olahraga berat.
“jam berapa ndra? lohh lu enggak kerja ?” tanya gw kepada indra.
“hampir jam 10 pagi za, enggak, gw sama minto khawatir sama lu” mendengar indra mengucapkan nama minto, mata gw segera mencari keberadaan minto.
“mintonya mana?”
“ada diruang tengah za, lagi tidur, tampaknya dia ngantuk berat karena kurang tidur” jawab indra sambil melangkahkan kaki keluar kamar dan kembali lagi dengan segelas air teh hangat dan roti dipiring kecil.
“makan dulu za, biar badan lu segaran” ucap indra menarik bangku kecil dan duduk disebelah gw.
“gw pingsan ya ndra, seharusnya kalau gw pingsan lu tinggal kerja, nanti gw juga sadar sendiri, tapi sebelumnya thanks ya sudah nolongin gw”
“kalau cuma pingsan biasa, udah gw tinggal lu za, tapi lu bukan cuma pingsan, tapi bikin khawatir kami semua” jawab indra, sambil mengeluarkan sebatang rokok dan mulai membakarnya, mendengar jawaban indra timbul pertanyaan gw sebegitu parahnya kah gw pingsannya, sebelum gw mengajukan pertanyaan indra sudah menjawab semua rasa penasaran gw, rupanya dia sudah begitu mengerti tentang sifat gw yang akan selalu bertanya sebab dan musabab semua peristiwa.
Keluarlah keterangan dari mulut indra yang menerangkan setelah gw pingsan, mereka mengangkat gw menuju kamar, tetapi setelah mereka meletakan gw di ranjang kamar dan akan meninggalkan gw, mulailah gw berlaku aneh, gw mulai menggeram dan menatap tajam ke semua arah, hingga akhirnya gw berlaku aneh dengan bertingkah laku seperti layaknya seekor binatang, tangan gw mencengkram dan mengacak2 acak sprei yang menyelimuti kasur, tidak ada seorangpun yang berani menenangkan gw, mereka semua diliputi rasa ketakutan hingga akhirnya gw pun terjatuh lemas kembali.
“gw berlaku seperti apa ndra?” tanya gw mencoba meyakinkan apa yang gw pikirkan.
“lu berlaku seperti macan za, ngeri gw lihatnya” jawabnya dengan mimik seperti orang ketakutan, tidak berapa lama terlihat mas dikin sudah hadir dipintu kamar.
“gimana mas? kapan mau datangnya?” tanya indra kepada mas dikin.
“katanya habis magrib pak” jawab mas dikin, kemudian berlalu pergi.
“siapa ndra?” tanya gw penasaran.
“orang pintar za, kami mau minta tolong supaya ini tempat bisa dinetralisir”
“aduhhh ndra..” sebelum gw coba melanjutkan omongan gw, kembali indra memotong pembicaraan gw.
“diam lu za, gw heran sama lu masih enggak ada kapok2nya, masih aja ngeyel” ucap indra menceramahi gw.
“iya iya, gw mau lihat tuh orang pintar mau ngapain” gw hanya tersenyum dan mencoba mengalah, setelah beberapa lama kami terlibat perbincangan, terdengar suara azan jumat dikejauhan, tampak minto sudah bangun dan bergegas merapihkan diri untuk sholat jumat.
“kalian enggak sholat?” tanyanya kepada gw dan indra.
“gw enggak dulu to, tuh indra aja” jawab gw kepada minto, entah mengapa di umur yang beranjak dari dewasa menjadi tua gw masih bermalas malasan melaksanakan ibadah.
“gw juga enggak dulu deh to, badan gw rasanya lagi enggak enak, gw sholat zuhur aja” terang indra menolak ajakan minto, hingga akhirnya minto beranjak pergi.
>> Lanjutkan membaca cerita horror jeritan malam chapter 7
Hari ke 5 di mess bagian dua, ketika akal sehat gw terinjak2 petuah orang pintar