Cerita dari kaskus oleh meta.morfosis
Hari ke 3 di mess, pengakuan dikin dan minto serta fenomena lainnya
<< Baca sebelumnya: cerita horror jeritan malam chapter 3
Pagi harinya gw terbangun dengan rasa penasaran yang mengganjal dihati, suara geraman hewan apa yang suaranya bisa membuat ciut nyali orang yang mendengarnya, begitu juga dengan suara pukulan di dinding kamar yang terjadi beberapa kali.
“hoammm” masih ada rasa ngantuk yang mengganjal dimata ini, pantas saja gw masih merasakan ngantuk ternyata waktu masih menunjukan pukul 5 pagi, akhirnya gw putuskan untuk joging di halaman mess pagi ini, sekaligus mencoba melihat lihat dihalaman barangkali gw bisa menemukan jawaban atas semua rasa penasaran gw.
Setelah membasuh wajah, gw segera menuju halaman mess, udara pagi terasa sejuk memanjakan tubuh gw begitu juga dengan embun2 pagi yang masih menempel dirumput, semua terasa begitu sempurna, tanpa membuang waktu lagi, gw mulai berlari kecil dan melakukan senam, hingga akhirnya pada putaran terakhir gw berlari, gw putuskan untuk berhenti tepat dimana dinding kamar gw berdiri dengan jendelanya yang sengaja gw buka, sejenak gw perhatikan rumput dan dinding kamar, gw berharap ada jejak yang ditinggalkan oleh hewan tersebut dan ternyata nihil.
“cari apa pak reza?” rupanya mas dikin sudah berdiri cukup lama dan memperhatikan tingkah laku gw.
“ehh mas dikin, lagi iseng lihat lihat aja mas, siapa tau ketemu yang unik2” jawab gw sambil tersenyum, kembali gw teringat akan kejadian semalam.
“wahh semalam mas dikin sepertinya enggak bisa tidur ya, lagi banyak pikiran ya mas?” tampak dikin agak terkejut mendengar pertanyaan gw.
“pak reza bercanda nih, justru semalam itu saya tidur nyenyak bangat” kini berganti gw yang terkejut mendengar jawaban dikin, raut muka gw terlihat bagai orang yang tidak percaya dengan apa yang barusan dikin ucapkan.
“ada apa toh pak reza, kok terlihat bengong gitu”
“enggak ada apa apa mas” jawaban yang gw berikan seakan bisa menggambarkan perasaan gw, yang sebenarnya ingin mencari jawaban atas semua kejadian semalam.
“yoo wis pak, saya cuma mau kasih tau, teh manis hangat sama makanan kecil udah ada dimeja makan” ucap dikin sambil beranjak pergi, setelah gw rasa cukup dengan semua penelitian tanpa hasil ini akhirnya gw pun melangkahkan kaki menuju meja makan, kini tampak indra dan minto yang sedang menikmati hidangan kecil sambil terlibat percakapan yang agak serius.
“ayo za, mumpung gorengannya masih hangat nih” terlihat indra menyodorkan sepiring pisang goreng yang tampaknya masih hangat, tanpa basa basi gw pun langsung mengambil sepotong.
“tumben pagi bangat za, lu enggak bisa tidur ya?” tanya minto seakan tidak percaya melihat gw yang bangun pagi.
“ahh enggak juga to, sedikit nyenyak kok, beda sama lu yang terlihat tidurnya pulas banget”.
“sebenarnya gw pengen bangunin lu to biar pindah kedalam kamar, tapi takut ganggu”
Terlihat minto dan indra yang saling berpandangan mendengar pertanyaan gw, entah apa yang ada di benak mereka.
“kenapa lu berdua pada bengong” tanya gw kembali.
“lu juga lihat minto tidur dibangku panjang itu kan za?” kali ini indra yang balik bertanya kepada gw.
“iya gw lihat, memangnya kenapa?” kembali indra dan minto saling berpandangan dengan raut muka ketakutan.
“sepertinya kami harus jujur za” ucap indra yang kini mencoba menjelaskan sesuatu, akhirnya keluarlah sebuah cerita dari mulutnya, tentang keberadaan mereka disini yang genap bekerja belum sampai 1 tahun, tentang kejadian2 aneh yang menimpa mereka, tentang arda pegawai yang gw gantikan dan yang lebih utama dan buat gw inilah yang paling tidak masuk akal yaitu tentang minto yang ternyata tidak mengakui kalau dirinya semalam tidur di kursi panjang itu, mendengar penjelasan dari indra, berbagai macam pertanyaan langsung menghinggapi pikiran gw.
“kalian lagi enggak berusaha ngerjain gw kan?”
“gila lu za, apa untungnnya gw sama minto ngerjain lu”
“nanti kita lanjut lagi bicaranya sepulang kerja” ucap minto sambil mengajak gw dan indra untuk bersiap2 kerja.
Hari kedua bekerja kembali diisi dengan training pekerjaan kembali, tapi untuk hari kedua ini gw sudah mulai bisa menguasai pekerjaan, apa yang harus gw kerjakan dan rencana kerja sudah terpikirkan didalam kepala ini. ketika waktu istirahat tiba, kembali indra dan minto mengajak gw untuk mencari makan siang disebuah rumah makan dan seperti biasa yanto kembali menawarkan diri untuk ikut serta.
“sekarang gw ajak lu ke rumah makan yang ada primadonanya za” seloroh indra yang dibalas yang dibalas tawa minto dan yanto, entah apa yang mereka maksudkan yang pasti gw berharap makanan dirumah makan ini enak dan murah.
“perhatikan wanita yang akan mengantarkan makanan kita ini za” ucap indra.
“kita taruhan pak yanto” terlihat minto mengerdipkan matanya ke arah yanto, hingga akhirnya seorang wanita yang bisa dibilang tidak muda dan tidak tua, mungkin sekitar 29 atau 30 tahun menghampiri dengan membawa pesanan makanan kami.
“Genit” itu kesan pertama yang gw dapatkan, dengan gaya lenggak lenggoknya dan senyum yang terumbar ke setiap pengunjung.
“ehhh mas indra, mas minto, mas yanto, kemana aja nih kok baru pada kelihatan lagi” sapanya genit, rupanya mereka sudah saling mengenal, terlihat muka indra, minto dan yanto tersipu malu mendapatkan sapaan dari wanita tersebut, dan yang sangat terlihat mencolok dipengelihatan gw adalah tatapan mata yanto yang hampir melompat keluar melihat belahan payudara yang tampak tersembul dibalik baju kebayanya yang terlihat agak ketat.
“lagi sibuk mba, sepertinya lama enggak lihat jadi tambah cantik aja mba” ucap minto mencoba matanya tidak berfokus pada payudara tersebut.
“bisa aja mas ini” jawab wanita tersebut sambil tertawa genit.
“wahh, bawa teman baru toh” ucapnya kembali ketika melihat kea rah gw yang mungkin terasa asing buatnya.
“siapa namanya mas” terlihat wanita tersebut mengajak gw berkenalan dan menjulurkan tangannya.
“reza” jawab gw menyambut uluran tangannya, halusnya tangan wanita itu seperti menghipnotis gw, ada sebuah kekuatan atau entah harus gw namakan apa, yang pasti jabatan tangan itu seperti menyalurkan sebuah energi yang membuat gw terpana dan enggan untuk melepaskan secara cepat jabatan tangan tersebut.
“panggil aku hesti mas, kalau perlu tambahan yang lain jangan sungkan2 panggil aku” ucapnya dengan ramah, entah karena keramahannya gw melihat wanita yang pertama kali gw lihat biasa saja seperti wanita2 umum lainnya, kini memberikan sensasi yang berbeda, kulitnya yang putih kecoklatan, lesung pipinya, permainan matanya yang berjalan selaras dengan bibirnya kecilnya yang bergerak2 genit.
“kalau begitu aku melayani yang lain dulu ya mas” sambil tersenyum, hesti melepaskan jabatan tangannya dan meninggalkan kami dengan lenggak lenggoknya.
“woiii za” tegur indra sambil menggerakan telapak tangannya di depan muka gw.
“gimana za, apa penilaian lu?” tampak minto dan yanto menantikan jawaban gw.
“hmmmmm”
“apa za, malah hmmmm” tanya indra kembali.
“SINDEN”
“lohhh kok sinden?” terlihat minto tertawa sambil menepuk jidatnya.
“ya kan enggak salah, sinden itu kan pakai kebaya” ucap gw membela diri.
“enggak begitu juga kali za, sinden tuh pakai kebaya lengkap, disanggul, lahh ini kan enggak”
“kalau ini pakai kebaya, pakai celana jeans, rambut di gerai, bedalah” yanto mencoba menerangkan perbedaan sinden dengan bukan sinden.
“maksud gw tuh za, gimana tuh cewek, cantik apa enggak” ucap indra sambil tertawa.
“awalnya biasa aja, gw biasa lihat cewek seperti itu di Jakarta”
“lu bilang kan awalnya, terus gimana sekarang” tanya indra penasaran, lama gw terdiam untuk tidak menjawab, semua sengaja gw lakukan untuk memberikan rasa penasaran kepada mereka.
“gimana za?” akhirnya minto pun ikut penasaran.
“sekarang gw pening kalau melihatnya” mendengar jawaban yang terlontar dari mulut gw, serentak mereka tertawa terbahak2.
“pening apa nahan nafsu lu za” ucap yanto tanpa bisa menghentikan tawanya.
“ya begitulah” jawab gw sambil ikut tertawa.
“itu juga yang kami rasakan za” terlihat raut muka indra menjadi serius.
“tapi kami bisa menahan rasa nafsu itu, begitu kami mengingat apa yang pernah terjadi pada arda”
“arda? maksud kalian apa? Apa yang terjadi dengan arda?” tanya gw dengan rasa penasaran.
>> Lanjutkan membaca cerita horror jeritan malam chapter 5
Hari ke 4 di mess, menyingkap tabir masa lalu dan menguji logika
Logika gw bertabrakan dengan hal yang tidak logis, bagaimana mungkin indra dan minto bisa berasumsi apa yang arda alami ada hubungannya dengan hesti.