Cerita dari kaskus oleh meta.morfosis
Sebuah pembuktian bagian lima belas, terungkapnya sejarah mess..
<< Baca sebelumnya: cerita horror jeritan malam chapter 26
Entah mengapa langkah kaki gw terasa ringan untuk melangkah, lebatnya hutan dengan pohon pohon besar dan rimbunan semak belukar seakan tidak menjadi penghalang bagi gw untuk menapaki jalan mencari keberadaan mbah warsono.
“lu pernah kesini za? kok sepertinya lu tau jalannya sih.. padahal ini bukan jalan setapak.. dimana mana sama, hanya pohon besar.. semak belukar dan..”
“dan apa pak?” tanya mas dikin begitu minto menghentikan ucapannya.
“gw yakin banget.. masih banyak hewan hewan liar disini dan mungkin banyak yang buas..” lanjut minto dengan mimik ketakutan.
“sinting lu to.. mana pernah gw kesini..” ucap gw sambil terus melanjutkan melangkah, hingga akhirnya setelah jauh memasuki kedalam hutan, langkah gw terhenti.. seiring dengan tatapan gw yang coba mengamati sesuatu yang berada di kejauhan.
“pak reza.. coba lihat!” tunjuk mas dikin pada sesosok orang yang sedang berjalan ditengah lebatnya hutan, dipundaknya terlihat kayu kayu yang terikat, hal yang pertama kali gw pikirkan adalah ini adalah seorang manusia yang sedang mencari kayu bakar ditengah hutan belantara.
“hush jangan tunjuk tunjuk sembarangan.. enggak boleh” terlihat minto menepiskan tangan mas dikin dan mencontohkan agar mas dikin menggigit jarinya dan meludahkannya.
“astaga to.. itu ajaran dari mana lagi.. aneh banget lu..” ucap gw sambil melarang mas dikin melakukan apa yang dicontohkan minto, tatapan gw kembali menatap seseorang yang kini terlihat sedang memungut ranting ranting kayu yang berjatuhan, cahaya matahari yang terhalang lebatnya dedaunan memaksa gw bekerja ekstra keras untuk melihat bentuk rupanya.. dan semuanya terasa sia sia.. karena keterbatasan jarak pandang, tanpa meminta persetujuan dari minto dan mas dikin segera gw langkahkan kaki untuk menghampiri sosok yang menggelitik rasa penasaran ini.
“yakin lu za ?” tanya minto sambil menarik bahu gw, baru kali ini gw merasakan keyakinan sebesar ini, tepukan tangan gw pada jari jari minto yang berada dibahu cukuplah mewakili keyakinan yang gw rasakan.
“permisi mbah.. numpang tanya.. apa mbah kenal dengan mbah wasono..?” laki laki tua itu tetap terlihat sibuk memunguti ranting kayu, hanya sekilas dia menatap kami lalu kembali lagi sibuk dengan kesibukannya sendiri, ada rasa dongkol dihati ini mendapati pertanyaan gw seperti sebuah pertanyaan yang tidak bermakna apa apa.
“sekali lagi maaf mbah.. apa mbah kenal dengan mbah warsono..?” tanya gw sekali lagi dengan nada yang sedikit lebih meninggi.
“kamu pikir saya tuli?” jawabnya pelan sambil melemparkan sebatang ranting kecil yang hanya berukuran satu telunjuk jari tangan kearah tubuh gw, tapi efek sakit yang ditimbulkannya sangat luar biasa, ranting kayu yang ringan itu memberikan efek dari sebuah lemparan batu berukuran sebutir telur ayam, kernyitan di dahi gw sudah cukup memberitahukan kepada dikin dan mas minto akan sakit yang gw rasakan.
“ikut saya..” laki laki tua itu berjalan mendahului kami dengan langkah tegap seperti tidak ada beban dipundaknya, ingin rasanya gw menawarkan diri untuk membantunya, tapi.. sebuah kesalah pahaman bisa berakibat fatal buat kami, hingga semua keinginan ini hanya tertahan menjadi sebuah keinginan, seperti tanpa halangan yang berarti laki laki tua yang berjalan tanpa menggunakan alas kaki itu berjalan semakin cepat hingga memaksa kami untuk sedikit berlari kecil, hingga akhirnya kami disambut oleh sebuah gubuk kecil yang berada ditengah lebatnya hutan.
“kalau kalian haus.. silahkan ambil airnya sendiri disitu..” ucap laki laki tua itu sambil meletakan kayu yang berada dipundaknya, sebuah tembikar besar yang terbuat dari tanah liat tampak berada tepat dibawah sebuah pohon besar dengan air jernih didalamnya, tanpa menunggu lama segera kami menciduk air dengan menggunakan gayung batok kelapa yang sepertinya sengaja dipersiapkan untuk wadah meminum, segarnya air yang mengalir membasahi tenggorokan ini seperti menghapus dahaga yang kami rasakan selama perjalanan, sejenak kami memperhatikan laki laki tua itu seperti sedang melakukan pemanasan ringan, gerakan gerakan yang diperlihatkannya sepertinya tidak menunjukan usianya yang sudah senja, dari semua tingkah laku yang diperlihatkannya cukuplah untuk gw membuat suatu kesimpulan bahwa laki laki tua yang berada dihadapan gw ini adalah mbah warsono, seorang ahli kanuragan yang menghilangkan dirinya dalam lebatnya hutan b*t*r*.
“perkenalkan saya reza mbah.. ini teman2 saya.. dikin dan minto.. maksud kedatangan kami..” terlihat tangan mbah warsono memberikan tanda agar gw tidak melanjutkan perkataan selanjutnya.
“saya sudah tau.. kemari kamu..” terlihat jari tangannya menunjuk ke arah gw, dengan langkah ragu gw menghampiri mbah warsono.. entah apa yang akan dilakukannya.
“sebelum saya menjawab semua pertanyaan kamu, saya ingin bermain main sebentar..” suara khas lelaki tua ini kini terlihat sedikit ramah dengan candanya, dengan menggunakan telapak tangannya lelaki tua itu memukul sebuah pohon dengan ukuran lingkaran diameter pohon yang cukup besar, untuk pukulannya yang pertama diantara rasa percaya dan tidak percaya gw melihat rimbunnya daun yang menghiasi batang pohon terlihat berguguran, begitu juga dengan pukulan kedua, guguran daun yang berjatuhan terlihat semakin banyak, dan itu cukup untuk menimbulkan rasa takut dihati gw melihat tenaga dalamnya yang luar biasa.. hingga akhirnya dipukulan ketiga yang memaksa gw harus memundurkan langkah.. tiba tiba semuanya terasa menjadi gelap.. gw tidak sadarkan diri, hingga akhirnya gw mendapati diri gw sudah berada didalam gubuk dengan minto dan mas dikin yang terduduk diam menemani, seluruh badan gw benar benar terasa sakit untuk digerakan.
“apa yang terjadi?” tanya gw kepada minto dan mas dikin yang sedikit memandang aneh ke arah gw.
“busett.. lu pernah belajar sesuatu di perguruan bela diri.. za..?” gw hanya menggeleng mendapati pertanyaan dari minto, dan berharap adanya penjelasan lanjutan dari minto, hingga akhirnya mas dikin menjelaskan apa yang sudah terjadi.
“hahh yang benar?” tanya gw dengan nada tidak percaya.
“benar pak.. disaat pukulan mbah warsono yang terakhir, bapak tiba tiba terjatuh tapi itu hanya sebentar.. setelah itu bapak terlihat menggeram2 layaknya harimau, coba lihat jari jari pak reza yang kotor karena tanah.. semua itu karena pak reza terlihat mencakar2 tanah tempat pak reza terjatuh..”
Gw mencoba menyimak dan memaknai semua penjelasan mas dikin, ini sangat tidak mungkin, bagaimana gw yang sedari kecil sama sekali tidak berhubungan dengan seni bela diri apapun bisa melakukan hal seperti itu.
“hingga akhirnya mbah warsono mencoba memancing pak reza untuk berdiri…”
“kalau gw bawa alat perekam za, udah gw rekam tuh peristiwa ketika lu berpencak layaknya pendekar yang sudah menguasai jurus secara mahir, bahkan mbah warsono yang mahir aja terlihat agak kewalahan.. keren zaa.. kerenn” mendengar penjelasan minto bukannya membuat gw menjadi merasa bangga ataupun hebat, justru gw merasa menjadi aneh dengan semua penjelasan ini.
“balurkan ini ditubuhnya..” terlihat mbah warsono hadir dengan membawa sebatang bambu yang berisi minyak yang menyerupai minyak sayur dan menyerahkannya kepada mas dikin untuk dibalurkannya di tubuh gw, sesaat setelah dibalurkan rasa sakit di sekujur tubuh gw terlihat agak mulai membaik.
“coba saya lihat kujang/keris yang kamu bawa itu “ucap mbah warsono seperti seseorang yang sudah dengan pasti mengetahui apa yang gw bawa, perlahan gw ambil gulungan kain yang berisi rajah dari dalam tas dan menyerahkannya kepada mbah warsono, terlihat wajah mbah warsono mengagumi apa yang sedang berada di tatapan matanya, sebuah kujang/keris kini sudah tersingkap dari kainnya.
“darimana kamu mendapatkan ini?” tanya mbah warsono mencoba mencari tau, setelah panjang lebar menjelaskan asal muasal gw mendapatkan kujang/keris itu, kepala mbah warsono terlihat mengangguk seperti memahami sesuatu.
“hmmm.. rupanya orang tua kamu kolektor barang antik..” dengan tersenyum mbah warsono kembali menyerahkan kujang/keris yang dipegang, di saat itu juga gw mengambil kesimpulan untuk menyerahkan benda itu kepada mbah warsono, karena gw yakin dia merupakan orang yang tepat untuk menyimpannya.
“kamu yakin nak?” tanya mbah warsono kembali dengan tatapan mata tajamnya.
“sangat yakin mbah.. karena memang bukan itu yang saya butuhkan.. saya hanya ingin membuktikan keberadaan yang ghaib memang nyata adanya.. tapi saya mencoba menselaraskan dengan ilmu pengetahuan yang saya pelajari selama ini.. jadi untuk semua kejadian yang terjadi dan terlihat janggal enggak serta merta kita melihatnya dari sisi ghaib tanpa berusaha mencari penjelasan dari sisi ilmiah..” terlihat kembali anggukan kepala dari mbah warsono tanda dia mengerti dengan maksud ucapan gw.
“sekarang apa yang akan kamu tanyakan?” tanpa berbasa basi lagi minto segera menjelaskan runtutan peristiwa yang terjadi di mess hingga peristiwa2 aneh yang mengiringi perjalanan kami.
“jadi sekarang kalian tinggal di mess tua itu?”
“iya mbah..” jawab kami hampir serempak.
“sebenarnya mess itu milik sebuah keluarga yang di wariskan secara turun temurun sebelum akhirnya di beli oleh perusahaan tempat kalian sekarang bekerja.. semua cerita yang kamu dengar dari hesti tentang dia yang janda dan orang tuanya yang bercerai itu sama sekali enggak benar..”
“maksud mbah…” gw merasa keterangan yang mbah warsono berikan semakin menarik hingga gw lupa akan rasa sakit di tubuh ini.
“usia saya sekarang hampir 107 tahun, mungkin usia hesti sekitar 75 atau 85 tahun, orang tua hesti mewarisi kekayaan turun temurun dari keluarga besarnya, keanehan yang saya lihat dari keluarga besar ini, selalu ada kematian bayi disetiap anggota keluarga yang sudah memiliki keturunan, semua kematian dan prosesi pemakaman dilakukan secara tertutup.. belum lagi perlakuan kasarnya terhadap hewan, terutama kucing dan anjing.. warga sekitar semakin lama semakin tidak nyaman dengan ritual2 aneh yang dilakukan pada saat malam2 tertentu.. banyak yang mengatakan bahwa ini adalah suatu bentuk perjanjian dengan setan..”
Kami terdiam seakan tidak percaya mendengar sebuah kisah masa lalu mess yang begitu hitam, sehitam kejadian kejadian yang selalu menghantui kami selama tinggal di mess tua itu.
“hingga akhirnya kemarahan warga memuncak dan tidak bisa menerima hal seperti itu ada di desanya, pernah beberapa kali beberapa warga mencoba menghabisi kedua orang tua hesti tapi selalu gagal, gossip yang berkembang mengatakan, kedua orang tua hesti memiliki sebuah ilmu yang membuatnya sulit untuk dibunuh, hingga akhirnya pada suatu hari tersiar kabar orang tua hesti mati terbunuh di rumahnya sendiri dengan tubuh penuh luka tidak berkepala dan hanya menyisakan hesti yang menangis meratapi kepergian orang tuanya..” mbah warsono terdiam sesaat dan memasukan kujang/keris tua itu kedalam kotak tua yang terbuat dari kayu jati.
“akhirnya mereka dimakamkan di sekitar rumah mereka sendiri, dengan ikut serta menguburkan semua barang yang biasa dipakai untuk ritual bersama mereka, hesti yang tidak nyaman dengan segala cemooh warga desa akhirnya memutuskan untuk menjual rumah tersebut kepada salah satu warga, lalu keluar dari desa tersebut dan lenyap entah kemana, pembeli baru rumah tersebut tidak bertahan lama menempatinya karena berbagai macam gangguan dan membiarkannya kosong, setelah melewati beberapa kali proses jual beli akhirnya kini rumah tua ini sudah menjadi milik salah satu perusahaan dimana sekarang kalian menempatinya..” ucap pak sukuk mengakhiri semua kisahnya tentang mess, ini benar benar sebuah kisah diluar pemikiran kami, rasanya semua rasa lelah dari perjalanan ini terbayar lunas dengan sebuah kisah yang menarik.
>> Lanjutkan membaca cerita horror jeritan malam chapter 27
Sebuah pembuktian bagian enam belas, terungkapnya sejarah mess..