Cerita dari kaskus oleh meta.morfosis
Sebuah pembuktian bagian empat belas, terungkapnya sejarah mess..
<< Baca sebelumnya: cerita horror jeritan malam chapter 25
“kenapa za.. lupa cara wudhu..?” ucap minto sedikit meledek melihat gw hanya terdiam tidak melakukan apa apa, setelah lama berpikir akhirnya gw putuskan untuk melanjutkannya, dan seperti yang telah gw duga untuk kali kedua, basuhan air yang seharusnya menyejukan kini laksana tumpahan air keras yang membakar wajah ini.
“sialll.. apa apaan ini..!” maki gw seraya menutupi wajah dengan kedua telapak tangan.
“zaaa.. lu kenapa?” tanya minto dengan kebingungan.
“gw baik baik aja to.. sebaiknya lu sholat sendiri dulu” jawab gw sambil beranjak pergi meninggalkan minto yang masih terdiam kebingungan, enggan rasanya menjelaskan apa yang gw rasakan kepada minto, cukuplah gw yang menanggung sendiri semua hasil perbuatan gw.
“duduk sini dik reza..” ucap pak sukuk begitu melihat kehadiran gw, sepertinya dia sudah mengerti dengan apa yang gw rasakan.
“sepertinya kamu sudah melangkah terlalu jauh.. sangat jauh.. hingga kamu tidak menyadari dampak buruk dari semua perbuatanmu..” helaan nafas pak sukuk begitu dalam, seakan sedang menerawang resiko2 yang akan gw hadapi.
“tempat yang kamu datangi itu.. sudah sangat terkenal keangkerannya.. itu merupakan suatu tempat dimana manusia mengadakan perjanjian dengan setan untuk sebuah kekayaan ataupun daya pikat.. tidak semua orang bisa semudah itu bertemu dan mengadakan perjanjian dengan mereka..” ucap pak sukuk kembali menjelaskan.
“malam ini kita akan coba menyadarkan teman kamu itu.. semoga semua ini belum terlambat..”
Suasana malam ini sungguh terasa berbeda.. perasaan mencekam bercampur dengan harapan cemas akan kondisi indra seakan menjadi melodi menakutkan ditengah kesunyian malam yang mulai merambat ke titik kesempurnaan, tepat jam 9 malam akhirnya sosok yang kami nanti2kan kehadirannya menampakan keberadaannya.. mas dikin.. sosok yang dalam beberapa jam ini menjadi sosok yang sangat gw rindukan kehadirannya.
“wahhh pak reza.. seperti melihat hantu saja melihat saya..” ucap mas dikin yang merasa sungkan mendapatkan perhatian yang lebih dari gw, andaikan mereka mengerti dengan kecemasan yang gw rasakan, tentu mereka akan memakluminya, terlihat raut kebahagiaan di wajah mas dikin melihat keadaan gw yang sudah pulih kembali seperti sedia kala.
“dik dikin bagaimana dengan barang2 titipan saya?” tanya pak sukuk sambil memperhatikan tas plastik yang berada ditangan mas dikin.
“semuanya ada pak..” jawab mas dikin seraya menyerahkan tas plastik yang berada ditangannya, beberapa pemuda desa yang ikut serta menyertai mas dikin, seperti sudah mengerti dengan apa yang harus dikerjakannya.. kini barang barang yang sudah dikeluarkan segera tersusun rapih dalam wadah besar yang terbuat dari anyaman bambu, mata gw seakan terbelalak menyaksikan apa yang gw lihat, untuk keberapa kalinya gw harus berhadapan dengan apa yang dinamakan sesajen..
“itu hanya persyaratan dik.. sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur” ucap pak sukuk seakan mengetahui apa yang gw pikirkan.
“mari kita mulai..” tepukan tangannya dibahu gw menandakan keyakinannya akan berjalan lancarnya semua prosesi ini.
“apapun yang terjadi.. besok kita harus mencari rumah mbah warsono..” terlihat anggukan kepala dari minto dan mas dikin tanda menyetujui apa yang gw usulkan.
“sebelum kita memulai prosesi ini.. saya cuma berpesan.. tetap pejamkan mata, walaupun kalian merasakan atau mendengar sesuatu..” pak sukuk mencoba memberikan arahannya, dengan perlahan pak sukuk mulai memadamkan lampu kamar dan menggantikannya dengan cahaya lilin, wangi aroma kemenyanpun mulai merebak diantara kepulan asap putih, terlihat tangannya memberikan aba2 agar kami memejamkan mata.. seiring dengan rapalan yang keluar dari mulutnya.. entah apa maksud dari semua ucapannya itu.. hingga akhirnya secara perlahan suara pak sukuk mulai mengecil dan akhirnya hilang tertelan kesunyian.. hawa didalam kamar yang semula terasa hangat kini mulai berganti menjadi dingin.. ingin rasanya membuka mata ini dan melihat apa yang sedang terjadi, tapi kekhawatiran atas keselematan indra membuat gw mengurungkan semua keinginan itu.
“zaaaaa…” suara begitu terdengar jelas ditelinga gw.. sangat pelan dan hampir menyerupai sebuah desahan bila dibandingkan dengan sebuah ucapan, gw coba untuk mengenali ciri dari suara itu, dan akhirnya gw bisa memastikan.. ini bukan suara minto dan mas dikin yang gw kenal.. ini jelas suara indra.. suara yang sangat familiar ditelinga ini, walaupun gw harus mendengarnya dengan mata terpejam.
“tolong jangan tinggalin gw za.. gw belum ingin mati..” iba rasanya jika harus mendengar suara indra yang penuh dengan keputusasaan dan penderitaan, andai saja gw tidak teringat dengan apa yang dipesankan pak sukuk.. tentu gw sudah membuka mata dan membalikan badan untuk melihat apa yang terjadi pada indra.. selang beberapa kembali suara2 itu terdengar ditelinga gw, begitu menggelitik hasrat gw untuk membantunya.
“cukupp.. gw udah enggak kuat lagi..” gw memaki semua rasa ketakutan yang gw alami, hingga akhirnya gw memutuskan untuk membuka mata.
“brukkkk..” belum sempat mata gw terbuka, sebuah suara kembali terdengar tepat di samping kiri gw, dilanjutkan dengan langkah kaki yang agak panik dari pak sukuk yang berada didepan kami, kini tanpa menghiraukan perkataan pak sukuk agar kami tidak membuka mata.. gw abaikan, dan benar saja setelah mata gw bisa melihat secara sempurna terlihat minto yang terbaring dilantai dengan posisi menggelepar2.
“tolong nyalakan lampunya..” perintah pak sukuk, dengan segera gw menuju saklar lampu dan menyalakannya, mas dikin yang semula hanya terduduk keheranan kini mulai membantu pak sukuk, mencoba menenangkan minto yang bergerak tidak terkendali, tangan2 pak sukuk bergerak seperti layaknya orang yang sedang menarik sesuatu dari tubuh minto dan melepaskannya, perlahan gerakan minto yang semula tidak terkendali kini mulai melemah.. seiring dengan kesadarannya yang berangsur pulih, wajah pak sukuk yang terlihat kelelahan kini terduduk disamping minto dengan nafas yang sedikit memburu.
“lain kali tolong turuti apa perkataan saya.. gara gara kalian semuanya jadi berantakan..” ucap pak sukuk dengan nada pelan tapi berisi sebuah kemarahan, dengan wajah sedikit memelas, minto meminta maaf atas kesalahan yang telah dia perbuat, akhirnya prosesi ritual ini kami hentikan tanpa membuahkan hasil apapun, indra masih terbaring tidak berdaya di pembaringan.
“biar saya yang menemani disini.. kalian istirahat saja..” pak sukuk mempersilahkan kami pergi, lalu kembali duduk dan merapalkan sesuatu.
“sebenarnya apa yang lu lihat to?” tanya gw setibanya dikamar dan mulai merebahkan diri di pembaringan, terlihat pandangan minto memandang langit langit kamar seperti sedang membayangkan sesuatu, sesekali tatapannya menatap mas dikin yang sedang menggelar tikar sebagai alas tidurnya.
“gw melihat ada yang sedang bersama indra.. wajah dan tubuhnya dipenuhi bulu yang sangat lebat, sorot matanya tajam dengan dua tanduk kecil dikepalanya, tapi gw bisa bilang mahluk itu seorang wanita karena memiliki sepasang payudara yang terlihat menggelambir melebihi batas pinggangnya, sesekali tatapan matanya menatap ke arah lu za.. tapi setelah gw amati dia bukan sedang memandang lu.. tapi memandang seseorang yang berada disudut kamar tapat dibelakang kita duduk..”
“seseorang?” terlihat mas dikin yang semula merebahkan diri kini kembali duduk dan mencoba menyimak apa yang minto katakan.
“ya.. seseorang yang terduduk meringkuk disudut kamar yang gelap.. dia seperti menunjuk dan mengucapkan sesuatu tapi enggak bisa gw dengar suaranya.. tp bisa gw pastikan dia ketakutan dengan mahluk yang berada bersama indra.. dan ketika gw mencoba kembali melihat indra.. mahluk yang berada didepan tadi sudah menghilang.. seketika nafas gw menjadi sesak.. setelah itu gw enggak bisa lagi mengingat apa yang terjadi..”
“semakin lama semakin banyak penampakan yang kita lihat.. sebaiknya kita mulai mencari jalan keluar dan mengakhiri ini semua..” ucap gw sambil menatap wajah minto dan mas dikin.
“maksud pak reza?”
“seperti yang tadi gw bilang.. besok kita mulai ke rumah mbah warsono..”
“zaa.. bagaimana dengan indra?”
“biar indra untuk sementara kita percayakan pada pak sukuk.. bagaimana?” tanya gw berharap persetujuan dari mereka.
“setuju..” jawab mereka hampir serempak, dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat sebelum sinar matahari pagi mulai menampakan sinarnya.
…
Tepat jam setengah enam pagi kami berpamitan pergi, dengan berbekal wejangan yang yang diberikan pak sukuk akhirnya kami kembali menapaki jalan raya yang masih terlihat gelap dan berkabut dengan segala misteri didalamnya, rasa ngantuk yang masih menggelayuti mata ini membuat gw kembali tertidur dan terlelap di alam mimpi.. sebuah mimpi yang mengantarkan gw pada pertemua yang kedua kalinya pada sosok pembesar kerajaan yang pernah memberi gw petunjuk sebelum memulai semua perjalanan ini, lambaian tangannya diantara pohon pohon besar yang berada di pinggir jalan seperti mengajak gw untuk menghentikan laju kendaraan, yang membedakannya kali ini gw bisa melihat secara jelas mahluk yang berada disamping pembesar kerajaan itu.. seekor harimau putih dengan perawakan tubuh yang besar sedang berdiri dengan gagahnya, seperti layaknya seorang tuan dengan anjing kesayangannya.. hingga akhirnya suara aumannya yang terdengar sangat menggetarkan nyali gw, memaksa gw untuk membuka mata..
“mas dikin.. berhenti mas..!!” teriak gw dengan nada panik, minto dan mas dikin yang berada di bangku depan terlihat sedikit terkejut dengan teriakan gw yang tiba tiba.
“gila lu za.. jangan dadakan gitu dong..” ucap minto yang hampir mengucapkan sumpah serapah ketika tiba tiba mas dikin ikut menghentikan mobil seiring teriakan gw.
“maaf to.. disini tempatnya..” bergegas gw mengambil tas pinggang yang selama ini gw letakan dibawah bangku mobil, terlihat minto dan mas dikin saling berpandangan, wajah mereka menggambarkan keheranan atas apa yang gw lakukan.
“lohh kok malah pada bengong.. ayo cepat” ucap gw sambil beranjak turun disertai tatapan mata tidak percaya dari minto dan mas dikin.
“zaaaa.. tunggu hehhh.. lu serius nih?” terdengar suara minto dan mas dikin dari kejauhan terlihat mereka mulai berlari menyusul gw yang sudah berlalu menyebrangi jalan, dengan nafas tersengal sengal kini minto dan mas dikin sudah bisa mensejajarkan langkahnya dengan gw.
“wahh zaaa.. benar benar lu ini orangnya susah ditebak..”
“iya nih pak reza.. dadakan banget.. habis dapat wangsit ya pak?” ucap mas dikin setebaknya, gw hanya tersenyum mendengar candaan mas dikin tanpa pernah menjawab bahwa ucapan mas dikin tepat adanya.
>> Lanjutkan membaca cerita horror jeritan malam chapter 27
Sebuah pembuktian bagian lima belas, terungkapnya sejarah mess..