Cerita Horror: Jeritan Malam Chapter 22

Cerita dari kaskus oleh meta.morfosis

Sebuah pembuktian bagian sepuluh, terungkapnya sejarah mess..

<< Baca sebelumnya: cerita horror jeritan malam chapter 21

Dengan sigap mas dikin menghentikan laju kendaraan dan berputar arah kembali menuju ke tempat kediaman mbah wodo.

“pak, kalau enggak salah ini jalannya kan” ucap mas dikin sambil menepikan kendaraannya, terlihat kerutan dikeningnya menandakan dia sedang mencoba mengingat kembali jalan yang tadi telah kami lalui, bergegas kami turun untuk memastikan bahwa ini memang jalannya.

“gimana ndra?” tanya gw sambil mencoba memperhatikan setiap detil tempat tersebut.

“betul za, ini memang jalannya” jawab indra sambil menunjuk jalan setapak dengan aspalnya yang rusak.

“kalian tunggu disini, biar gw sama indra yang ke rumah mbah wodo” terlihat minto dan mas dikin saling berpandangan.

“lu yakin za…?” tanya minto sambil melemparkan lampu senter ke arah indra.

“yakin to..”

Kembali gw melirik jam dan melihat waktu sudah menunjukan hampir jam setengah lima pagi, gelapnya malam di hutan ini sepertinya membuat perbedaan waktu seperti tiada arti, semuanya terlihat sama.. hanya kegelapan yang gw temui sepanjang mata memandang.

“za.. bukannya itu jalannya” ucap indra sambil mengarahkan cahaya senter ke tumpukan batu alam yang membentu tangga.

“sepertinya iya ndra..” jawab gw sambil memperhatikan susunan anak tangga dan mulai berjalan menaikinya, kewasapadaan terlihat dari tatapan mata indra, hampir semua sudut kegelapan hutan tidak lepas dari arahan cahaya senternya.

Lama kami berjalan menaiki gundukan batu alam ini, seiring rasa lelah yang mulai kami rasakan, gw merasa susunan batu alam ini seakan membentuk susunan anak tangga yang lebih banyak dibandingkan pertama kali kami melaluinya.

“za, kita enggak salah jalan kan, kok rasanya jauh banget..” gw hanya terdiam dan tetap melanjutkan melangkah.

“zaaaaa.. jangan diam aja lu.. ini kita pasti salah jalan..!!” untuk kali kedua indra mencoba mengingatkan gw, hingga akhirnya gw menghentikan langkah kaki dan mencoba berpikir bahwa apa yang dikatakan indra memang benar adanya, jarak yang kami tempuh sudah teramat jauh.

“kita enggak salah jalan ndra..” sebatang rokok mulai gw sulut untuk menghilangkan rasa dingin, rasa khawatir yang terpancar dari wajah indra seperti virus penyakit yang dengan sangat cepat segera menjangkiti pikiran gw.

“tapi aneh.. ini aneh ndra..”

“aneh bagaimana za?” ucap indra seraya mengambil bungkusan rokok dari genggaman tangan gw.

“ini jalan yang sama.. tangga yang sama, tapi kok gw merasa ini enggak ada ujungnya.. harusnya..” terlihat indra mencoba meminta api untuk menyalakan sebatang rokok yang berada dalam jepitan bibirnya, sesaat kemudian gumpalan asap keluar dari mulutnya seakan akan menggambarkan kegundahan hatinya.

“harusnya berakhir disebuah lapangan datar dimana rumah mbah wodo berada.. bukankah itu yang mau lu katakan..” ucap indra mencoba menerka apa yang akan gw katakan, seiring dengan anggukan kepala gw, indra terduduk lunglai dalam rasa putus asa.

“tenang ndra, sebentar lagi udah agak terangan.. gw yakin kita pasti akan nemuin itu rumah mbah wodo..” ucap gw sambil menepuk bahu indra, kembali tatapan gw melihat jam tangan mencoba memastikan bahwa tidak lama lagi cahaya pagi akan menyingkap semua kegelapan ini.

“lihat nih ndra.. udah jam 5 pagi”

“gw udah tau..” indra mencoba memperlihatkan jam yang melingkar ditangannya.

Hampir 1 jam lamanya kami bergulat dalam kesunyian, rasa dingin dan keinginan untuk memejamkan mata sepertinya masih dapat kami atasi, tapi rasa khawatir yang kami rasakan seakan tidak mau beranjak pergi dari pikiran ini, jarum jam yang terus berjalan seolah olah bagaikan sebuah impian yang menawarkan sebuah harapan.. ya harapan yang tak kunjung datang dalam penantian.

“za..” indra mencoba memperlihatkan jam yang sudah menunjukan pukul 6 pagi, tangan indra meraih pergelangan tangan gw dan mencoba memastikan bahwa apa yang dikatakannya memang benar.

“ada yang enggak beres nih.. zaaa! jangan diam aja lu..” ucap indra lagi sambil menggoyang2kan bahu gw.

Gw masih terdiam, terpaku menatap kegelapan yang masih menyelimuti, ini benar benar tidak masuk akal..

“ini memang aneh ndra.. sebaiknya kita kembali ke mobil” muncul kekhawatiran dalam benak gw akan kondisi minto dan mas dikin, tanpa berpikir untuk menemukan kembali ransel yang tertinggal dirumah mbah wodo, segera gw ajak indra untuk bergegas menuruni susunan anak tangga.

Setelah menuruni beberapa anak tangga, cengkraman tangan indra mencoba menghentikan laju langkah gw.

“berhenti za.. berhentii!!” terlihat indra mencoba mengarahkan cahaya senternya ke rerimbunan semak belukar.

“tadi seperti ada yang memanggil nama gw”

“ahhh jangan ngaco lu ndra” ucap gw sambil mencoba meneruskan menuruni anak tangga.

“zaaaa!! coba lihat sini” rupanya rasa penasaran sudah membuat indra berani untuk menyingkap rerimbunan semak belukar.

“apa ndra..” jawab gw seraya menghampiri, tatapan mata gw tertegun seiring tangan indra menunjukan sesuatu, hamparan tanah lapang dengan pohon2 besar disekitarnya kini tampak dihadapan kami, sebuah tempat yang sangat familiar karena baru saja kami tinggalkan beberapa jam yang lalu.

“benar ndra.. ini seharusnya tempat kediaman mbah wodo.. tapi dimana rumah itu?” tanya gw sambil mulai melangkah mencari keberadaan rumah mbah wodo, tatapan mata gw hanya bisa menemui deretan pohon2 besar dengan rerimbunan semak belukar disekitarnya, dua buah batu besar dengan posisi saling berjauhan seakan akan menggantikan keberadaaan rumah tinggal mbah wodo.

“gw takut za.. sumpah gw takut.. coba lu bayangin za.. ini sudah hampir jam setengah tujuh pagi.. tapi kenapa masih gelap gulita begini” ucap indra, terlihat kepalanya terngadah menatap langit, sejujurnya gw ingin mengatakan kepada indra bahwa kita terjebak dalam sebuah dimensi asing.. sebuah dimensi dimana ilmu pengetahuan yang gw pelajari selama di bangku pendidikan seperti tidak berguna sama sekali untuk menjelaskan ini semua, berbagai macam pertanyaan begitu menggelitik didalam pikiran ini..

“bagaimana mungkin.. dua individu bisa berhalusinasi dalam waktu yang sama seperti ini?” ucap gw pelan tanpa maksud mengajukan pertanyaan kepada siapapun.

“maksud lu apa za?”

“enggak maksud apa apa ndra, cuma lagi ngelantur” jawab gw sambil mencoba memutari batu besar, hati gw masih diliputi keraguan tentang keberadaan tempat ini, apakah memang ini tempat kediaman mbah wodo ataukah gw berada ditempat yang salah, terlihat indra terpaku memperhatikan gw, hingga akhirnya dia memutuskan memeriksa sekeliling dengan harapan menemukan ransel gw yang tertinggal, kecil harapan bisa menemukan ransel itu kembali.

“rumah mbah wodo yang lebih besar dari ransel aja enggak bisa gw temuin, apalagi tas ransel gw” ucap gw menggerutu, tatapan mata ini tidak henti2nya mencoba mencari keberadaan ransel.

“haduhh.. brengsek..” sebuah makian terucap dari mulut gw, tanpa sengaja, sebuah benda telah membuat kaki gw terantuk.

“ndraaaaa.. sini ndraaa” teriak gw dengan setengah kegirangan begitu menyadari bahwa benda yang nyaris membuat gw tersandung jatuh adalah ransel gw yang tertinggal di rumah mbah wodo.

“zaaaaa!” terdengar jawaban dari indra dengan nada ikut berteriak.

“ransel gw udah ketemu ndra.. jangan dicari lagi.. cepetan kesini!!” teriak gw kembali, sambil memeriksa isi ransel, rasa lega begitu gw rasakan begitu memastikan bahwa tidak ada satupun barang yang menghilang dari dalam ransel.

“zaaaaaa.. zaaaaaaa!!” kali ini terdengar teriakan indra lebih keras mencoba memanggil nama gw, terdengar suara langkahnya yang setengah berlari mulai menghampiri gw.

“ampunn gw za.. ampunnn!!” teriaknya dengan tampang panik, tubuhnya terlihat gemetar ketakutan, lampu senter yang berada dalam genggaman tangannya perlahan mulai terlepas jatuh ke tanah, seiring kedua belah telapak tangannya mencoba menutupi pandangan matanya.

“hehhh lu kenapa ndra! lihat nih ranselnya udah gw temuin..” ucap gw sambil mengambil senter yang terjatuh ditanah, entah apa yang indra lihat hingga membuat dia sepanik ini, gw hanya bisa berasumsi.. semua rasa letih, ngantuk dan lapar, bisa membuat seseorang berhalusinasi melihat sesuatu yang tidak nyata.

“tenang ndra.. tenang.. sekarang ransel ini udah bersama kita, lo boleh genggam kujang/keris ini jika itu bisa membuat lu tenang” kali ini gw mencoba memberi sugesti dari sebuah kebohongan, gw mencoba memberi keyakinan kepada indra yang begitu meyakini kesaktian kujang/keris ini.


>> Lanjutkan membaca cerita horror jeritan malam chapter 23

Sebuah pembuktian bagian sebelas, terungkapnya sejarah mess..

Tinggalkan komentar