Cerita dari kaskus oleh meta.morfosis
Sebuah pembuktian bagian sembilan, terungkapnya sejarah mess..
<< Baca sebelumnya: cerita horror jeritan malam chapter 20
Dengan penuh keraguan, gw ciduk air untuk guyuran terakhir ditubuh ini, masih berkecamuk perdebatan seru dihati ini, kenapa gw melakukan semua ini dengan segala resiko yang belum gw ketahui.. salahkah gw menempuh jalan ini hanya karena ingin memenuhi hasrat keingintahuan dan sebuah pembuktian bahwa hal yang ghoib itu memang benar adanya..
“dik reza..” terdengar suara mbah wodo, rupanya sesuai dengan janjinya, dia sudah berada dibilik ini ketika ritual mandi gw sudah selesai.
“untuk yang terakhir..” kini mbah wodo menyerahkan tiga buah kelopak bunga yang hampir seukuran sebuah telur, entah ini bunga apa.. yang pasti mbah wodo meminta gw untuk memakannya, rasa pahit yang gw rasakan membuat gw terasa sulit untuk menelan semua ini.
“mbahh..” ucap gw dengan rasa keputusasaan untuk menelannya.
“habiskan..” jawab mbah wodo sambil menepuk2 bahu gw, hingga akhirnya saat kunyahan terakhir berhasil gw telan, mendadak rasa lemas menjalar ditubuh ini.. sangat lemas.. hingga membuat kaki ini terasa tidak kuat lagi untuk menahan bobot tubuh ini, kini gw hanya bisa duduk bersimpuh hingga akhirnya gw sama sekali tidak bisa lagi mengontrol tubuh ini, gw terkulai lemas dengan kesadaran yang hanya menyisakan sedikit tenaga untuk melihat keadaan sekitar walaupun harus dengan tatapan nanar, samar samar mbah wodo terlihat berbicara dengan sesuatu, entah dengan siapa.. akhirnya diantara sisa tenaga yang tersisa gw bisa menangkap dengan mata kepala ini, terlihat mbah wodo berbicara dengan seekor ular yang hanya menampakan kepalanya saja.
“mmmbbbahhhh..” gw ingin mengucapkan sesuatu tentang keberadaan kepala ular itu, tapi mulut ini seperti menjadi bisu dengan seketika, baru kali ini gw menyaksikan seekor ular dengan bentuk badan yang besar dan kepala yang aneh, tepat seperti yang pernah digambarkan minto, kepala ular itu terlihat seperti menggunakan mahkota, dengan sorot mata merah, bentuk mata yang terlihat meruncing di setiap sudutnya, sisiknya yang berwarna hitam semakin menambah keangkerannya, bila ini memang merupakan ular biasa, bagaimana mungkin dengan bobot sebesar itu, bilik bambu ini bisa menahannya bobot tubuhnya hingga hanya menampakan sosok kepalanya dari atas bilik, kini terlihat ular tersebut seperti menjilat setiap lembar daun besar yang berada ditangan mbah wodo, hingga akhirnya pada jilatan terakhir, ular tersebut beranjak pergi dengan terlebih dahulu tatapan matanya terlihat seperti menatap gw yang tergeletak dalam ketidak berdayaan.
“duduk dik reza..duduk..” terlihat mbah bendol memasuki bilik, dengan sigap dia membantu gw untuk duduk, kini mbah wodo terlihat duduk bersila didepan gw, lembaran daun yang berada dalam genggaman tangannya segera diusapkan ke wajah dan seluruh badan gw, dan ajaibnya semua rasa yang membuat gw tidak berdaya mendadak lenyap dalam seketika.
Kagum.. mengakui kehebatan.. mungkin itu bukan kata yang tepat untuk gw memaknai semua kejadian ini, buat gw malam ini adalah malam yang sensasional dengan berbagai macam kejadian yang memang harus gw akui tidak bisa gw pecahkan dengan sebuah pemikiran yang rasional ataupun ilmu pengetahuan yang gw pelajari selama ini.
…
“bagaimana pak reza…?” ucap mas dikin dengan wajah penuh kekhawatiran begitu melihat kehadiran gw, begitu pula dengan indra dan minto yang langsung ikut berkumpul mengerumuni gw.
“gw enggak apa2.. kalian enggak usah khawatir” jawab gw sambil tersenyum, lalu bergegas mengganti kain kafan yang masih melekat ditubuh ini, terlihat indra,minto dan dikin mengamati gw dengan sangat seksama, dari ujung rambut hingga ke ujung kaki.
“kalian kenapa?” tanya gw penuh keheranan atas perlakuan aneh ini.
“za.. duduk sini” ucap indra sambil menepuk2 lantai kayu disebelahnya, segera gw memenuhi undangan indra dan duduk disebelahnya.
“lu beda banget za.. bener2 beda..” terlihat indra menatap gw tanpa berkedip, gw berpikir ini sangat tidak tepat andai indra mengagumi gw seperti ini, terasa aneh.. janggal dan menjijikan.
“maksud lu ndra ?” tanya gw dengan sedikit kekhawatiran atas perubahan sikap indra, terlihat indra kembali menatap gw dengan senyum manisnya.
“ehhh gw masih normal ndra..” ucap gw sambil beringsut menjauhi indra, terlihat minto dan mas dikin tertawa melihatnya.
“brengsek lu za, jangan salah paham.. gw juga masih normal, maksud gw tuh lu beda banget, lu sekarang wangi banget.. sebelumnya lu kan tau sendiri, bau lu seperti apa” ucap indra sambil melemparkan bungkus rokok ke tubuh gw.
“tapi memang benar sih pak reza, menurut saya.. kalimat apa ya yang tepat buat ngejelasinnya.. tapi yang pasti saya agak pangling aja melihat pak reza yang sekarang” untuk perkataan yang keluar dari mas dikin, gw bisa sedikit mempercayainya, karena mas dikin merupakan orang yang paling tidak pernah berkata bohong diantara kami berempat, terlihat kini mbah wodo hadir bersama kami dengan selinting rokok jagung yang selalu menghiasi jemari tangannya, melihat kehadiran mbah wodo, segera muncul berbagai macam pertanyaan dibenak ini, tapi yang paling mengganjal dan mengganggu pikiran ini adalah tentang kemunculan sketsa2 didalam air.
“bagaimana dik reza, masih menyangsikan hal2 yang ghoib?” serentak tatapan mata minto, indra dan mas dikin mengarah pada gw, ada berbagai macam pertanyaan yang terlihat disana, dan gw harus siap untuk menjawab itu semua, gw hanya tertunduk mencoba untuk tidak menjawab pertanyaan yang di lontarkan mbah wodo, kesal rasanya harus mengakui sebuah kekalahan dari sesuatu yang selalu gw sangkal keberadaannya.
“ada yang mau saya tanyakan mbah”
“hmm apa itu ?”
“apa arti dari gambaran yang saya lihat di air itu?”
“itu yang di inginkan penguasa disini.. harga dari sebuah perjanjian” rasa geram begitu gw rasakan, penjelasan mbah wodo terasa mengada ada, bagaimana mungkin sebuah kekuatan ghaib bisa merenggut nyawa manusia, sungguh bodoh bila gw harus mempercayai semua omong kosong ini.
“maksud mbah tumbal?”
“bukankah tumbal itu hanya mengambil korban dari satu keturunan mbah?” tanya gw kembali mencoba menyangkal berdasarkan apa yang gw ketahui, rasanya sketsa2 yang gw lihat tidak menggambarkan semua itu.
“kalian terlalu banyak melihat semua ini dari sudut pandang cerita2 yang banyak digambarkan di film2, kekuatan ghaib tidak mengenal apakah yang akan menjadi korban itu berasal dari satu garis keturunan atau bukan” jawab mbah wodo sambil menghisap rokok jagungnya dalam2.
“ini semua omong kosong mbah.. bukti keampuhan dari ritual ini saja belum saya alami, sekarang kok sudah bicara tumbal” ucap gw dengan tertawa mengejek atas semua omongan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya ini.
“sebenarnya wajah siapa yang lu lihat za? jangan main2 dengan semua ini, kalau memang bisa dibatalkan.. lebih baik dibatalkan saja..” minto memandang gw dengan tajam, setajam keingin tahuannya akan sosok sketsa wajah yang gw lihat dalam prosesi ritual itu.
“sudah hampir jam 4 pagi, lebih baik kita meneruskan perjalanan ini “ucap gw tanpa menghiraukan pertanyaan minto, bergegas gw mengajak indra,minto dan mas dikin untuk segera berpamitan.
“saya pamit mbah.. terima kasih atas semua ritualnya” terlihat mbah wodo hanya tersenyum dingin, jabatan tangannya terasa begitu kuat, seolah olah ingin menunjukan kesaktiannya.
“jangan bersembunyi dari sebuah rasa takut dengan sebuah kesombongan” terdengar ucapan mbah wodo seperti sedang membaca apa yang sedang gw rasakan, memang benar apa yang diucapkannya, diantara rasa keberanian gw untuk mendebat semua pembicaraan mbah wodo, masih tersimpan sebuah rasa takut dan kekhawatiran akan kebenaran semua ucapan mbah wodo.
“sudah pak.. mari kita pergi” mas dikin mencoba menarik gw untuk pergi menjauhi mbah wodo dan beranjak pergi meninggalkan rumah itu.
…
“sebenarnya apa yang lu lihat za.. jujur lu” tanya indra begitu mobil mulai berjalan menembus jalan yang masih tertutup kabut tipis, terlihat tangannya memberikan sebatang rokok yang sudah disulut terlebih dahulu.
“nanti saja jelasinnya ndra..” jawab gw sambil menghisap rokok dan menghembuskannya seraya berharap semua kejadian yang gw alami malam ini akan ikut serta lenyap bersama kepulan asap.
“mas dikin ngantuk? kalau ngantuk biar saya gantiin nyupirnya” tanya gw khawatir mas dikin mengalami kelelahan.
“enggak usah pak, saya masih kuat” terlihat mas dikin menoleh kearah gw seraya tersenyum.
“lebih baik kita nanti numpang istirahat dirumah penduduk” ucap gw sambil mencoba mencari tas ransel yang gw bawa, sedikit uang yang masih gw sisakan didalam ransel, gw rasa cukup untuk menjadi modal kehidupan kami diperjalanan ini.
“kenapa za?” indra tampak keheranan melihat gw yang tampak kebingungan mendapati tas gw tidak berada di dalam mobil.
“mampus gw.. tas gw ketinggalan.. berhentii mas.. berhentii..!! putar balik” dengan tangkasnya mas dikin mengerem laju mobil dan berputar balik, ada raut ketegangan di wajah mereka mendapati kenyataan harus berputar balik ke tempat yang kental dengan nuansa mistisnya.
“haduhh za.. lu pakai acara lupa lagi” ucap minto menepuk keningnya.
“males banget gw harus melihat lagi muka.. si wodo sama bendol itu” terlihat indra menumpahkan keengganannya.
>> Lanjutkan membaca cerita horror jeritan malam chapter 22
Sebuah pembuktian bagian sembilan, terungkapnya sejarah mess Sebuah perjalanan keinginan pembuktian mengantarkan gw pada pengalaman yang benar2 diluar ekspektasi kami, kekuatan ghaib seakan2 ingin menunjukan keberadaanya.. logika gw kini tidak lagi mampu menjawab semua kejadian ini.. dimana kami.. apa yang kami hadapi..