Cerita dari kaskus oleh meta.morfosis
Sebuah pembuktian bagian delapan, terungkapnya sejarah mess..
<< Baca sebelumnya: cerita horror jeritan malam chapter 19
Lama dia terdiam tanpa ada tanda tanda mau menjawab, gw sudah memberi isyarat kepada yang lain untuk bersiap2, hingga akhirnya mbah wodo mengucapkan sesuatu.
“tempat ini tempat pesugihan… ngalap berkah, selain itu kalian bisa menambah aura kecantikan dan ketampanan serta awet muda dengan segala daya pikatnya” mendengar keterangan dari mbah wodo, serentak kami saling berpandangan, dalam sorot mata takjub dan penuh ketidak percayaan.
“busettt.. ternyata benar dugaan gw, kalau hesti..” gw memberikan isyarat agar indra tidak meneruskan ucapannya, biar bagaimanapun orang yang berhadapan kami adalah orang pintar yang notabene adalah orang yang menuntun hesti melakukan semua ritual mistis ini, andai kami menghakimi hesti didepan mukanya, sama saja seperti kami memberikan tamparan di wajahnya, ingin rasanya gw mengucapkan kalimat sanggahan bahwa semua ini omong kosong tapi kembali lagi gw coba untuk mengurungkannya.
“maaf mbah, sekali lagi saya minta maaf.. bisakah mbah memperlihatkan pada kami prosesi ritualnya” tanya gw dengan santun.
“kalian pikir ini tempat untuk main2?” terlihat mbah wodo menatap kami dengan sorot mata tajam.
“disini bukan ajang coba2.. setiap pengorbanan itu ada nilainya”
“lebih baik kalian pergi! disini bukan tempat kalian..”
“sebentar mbah..” ucap gw mencoba menahan kemarahan mbah wodo.
“apa yang harus saya penuhi untuk bisa mengetahui atau setidaknya membuktikan bahwa yang mbah omongkan benar adanya”
“kamu yakin dik reza?”
“yakin mbah..” jawab gw ditengah keraguan antara rasa keingintahuan dan rasa takut.
“kamu siap memenuhi persyaratannya?”
“siap mbahh..”
“zaaa.. jangan gila..” ucap minto dan indra hampir serempak, ada raut kekhawatiran yang terpancar dari wajah mereka.
“tolong dipikir2 lagi pak reza..” kali ini mas dikin mencoba memberikan nasihat.
“hanya ini jalan kita mengetahui apa yang dilakukan hesti ditempat ini.. dan membuktikan kebenaran orang tua ini” bisik gw kepada indra, terlihat indra menganggukan kepalanya tapi dari wajahnya terlihat rasa keberatan dengan keputusan yang gw ambil.
“mari ikut saya ke dalam dik reza” ucap mbah wodo mempersilahkan gw untuk memasuki rumahnya lalu menuju ke sebuah ruangan, sepertinya ruangan ini adalah ruangan tempat orang ini melakukan ritualnya, terasa kental sekali nuansa mistisnya dengan pernak pernik yang terlihat janggal, asap kecil dari sebuah tungku kecil diatas meja menebarkan aroma wangi diseluruh ruangan, kini mbah wodo mempersilahkan gw duduk bersila kami saling berpandangan dengan sebuah meja bulat yang memisahkan kami, terlihat dia seperti merapalkan sesuatu, entah itu sebuah rapalan ataukah dia sedang berbicara dengan sesuatu yang tidak terlihat oleh mata gw.
“dik reza, untuk mahar ritual ini akan memakan biaya yang tidak sedikit, apakah masih mau melanjutkan?”
Gw lama terdiam untuk memaknai sesuatu, inilah yang menjadi rahasia mengapa gw bersikeras membawa ransel yang terlihat penuh dengan isinya, disaat gw terbaring sakit setelah peristiwa pembuktian yang berakhir dengan penyepakan sesajen oleh kaki gw, entah mengapa gw bermimpi dan mimpi tersebut seolah terlihat nyata, seorang lelaki seperti layaknya pembesar kerajaan dari zaman dahulu lengkap dengan pakaian kebesarannya terlihat gagah menghampiri gw yang sedang terduduk meratapi rasa sakit dikaki ini, tutur katanya yang halus bahkan terbilang bijaksana mengalir berbarengan dengan sentuhan telapak tangannya dibagian kaki yang terasa sakit, ucapan yang keluar dari mulutnya begitu terngiang di telinga ini, sebuah ucapan yang tidak gw mengerti akan maksud dan maknanya.
“ketika kaki kamu kembali bisa melangkah, berjalanlah ke arah yang akan menuntunmu menemukan arti pencarianmu selama ini, ambilah beberapa lembar kertas yang akan memberikanmu sebuah kebenaran” terlihat dia menuliskan beberapa buah aksara kuno ditanah yang entah mengapa gw bisa mengartikannya, sebuah tulisan yang bermakna sebuah nilai dalam jumlah tertentu, sebuah nilai yang terasa sangat besar untuk menguras persediaan yang ada ditabungan gw, setelah terbangun dan mendapati kaki gw sudah sembuh, lama gw berpikir dengan arti semua itu, sempat gw bimbang untuk mengambil langkah apa yang akan gw ambil dikarenakan gw berpikir apakah proses kesembuhan ini karena pengobatan haji mustofa ataukah karena mimpi yang gw alami, akhirnya keputusan gw bulat untuk mencoba mengikuti mimpi tersebut, toh tidak ada ruginya andaikan mimpi ini hanyalah sebuah kembang tidur, gw bisa menabungkan kembali uang yang gw ambil.
“bagaimana dik reza.. bila enggak ada, kamu bisa kembali lagi kesini lain waktu?” sungguh pintar sekali orang tua ini memberikan gw pilihan diantara rasa penasaran dan keingintahuan gw, segera gw berdiri dan berlalu keluar untuk mengambil ransel yang gw letakan diluar.
“zaaaa” terdengar ada keinginan minto untuk menahan gw kembali kedalam.
“apapun yang terjadi, tolong jangan tinggalin gw..” ucap gw berharap kesetiaan mereka.
“zaaaaa!!” seiring panggilan yang kembali terdengar, langkah kaki ini begitu terasa berat untuk berbalik arah dan menyatakan mundur dari semua ini, tapi kini panggilan yang kembali terdengar, bagaikan sebuah penyemangat hati untuk menyibak sebuah misteri.
“ini mbah, tolong dihitung kembali.. sebenarnya mahar apa yang saya beli hingga saya harus mengeluarkan uang sebesar ini?”
Terdengar penjelasan dari mbah wodo bahwa mahar itu adalah seperti mas kimpoi, untuk bendanya mungkin sangat terlihat sederhana, bahkan nyaris membuat gw untuk berkata bahwa ini semua gila.. sebuah penipuan, bagaimana mungkin gw harus membeli bunga dan dua ember air semahal ini.. sebuah harga yang fantastis untuk sebuah harga mobil bekas, ingin rasanya gw membatalkan semua proses ini tapi ketika mengingat kembali semua kejadian kejadian aneh yang diliputi misteri, tidak ada kata lain gw harus melanjutkan ini semua.
“mungkin menurut kamu ini semua mahal, tapi percayalah.. untuk mendapatkan semua materi ritual ini tidak semudah yang kamu pikirkan.. dan hasil yang akan capai melebihi semua nilai ini..” sepertinya mbah wodo sudah membaca apa yang ada dalam pikiran gw.
Setelah berbicara panjang lebar tentang apa saja yang harus gw lakukan dalam prosesi ini, terlihat mbah wodo memanggil mbah bendol, seolah sudah mengerti dengan apa yang akan dikatakan mbah wodo, mbah bendol terlihat pergi dan kembali lagi dengan membawa sehelai kain tanpa jahitan.
“apa ini mbah..?” tanya gw kepada mbah wodo begitu menerima kain, sejenak gw memperhatikan kain itu, ini sangat tidak terasa asing, bahkan sudah beberapa kali gw lihat, kain ini.. kain ini..
“itu memang kain kafan.. apakah kamu takut?” malu rasanya untuk mengakui rasa takut yang kini mulai gw rasakan.
“mari ikut saya..” tampak mbah bendol mengajak gw ke sebuah ruangan untuk berganti pakaian dengan sehelai kain kafan yang tadi diberikannya, kini pakaian yang gw kenakan sudah berganti dengan kain kafan lusuh yang membalut tubuh tanpa sehelai benang ini, kembali mbah bendol memberikan gw sehelai kain hitam yang harus gw kenakan untuk menutupi mata ini, kini pandangan gw benar2 terasa gelap, terasa tangan mbah bendol menuntun gw untuk berjalan.
“zaaaa.. lu mau kemana?” suara khas yang keluar dari mulut indra begitu mudah gw kenali, rupanya kini mbah bendol sudah menuntun gw keluar rumah.
“udah za, hentikan semua ini.. sumpah za, perasaan gw benar2 enggak enak” sebuah tangan terasa mengguncang2kan bahu ini, rupanya minto kembali berupaya mengurungkan langkah gw.
“kalian tenang saja, tetap tunggu gw disini..” gw tetap melanjutkan melangkah tanpa bisa menatap raut wajah kekhawatiran yang mereka rasakan.
“jangan lepaskan pegangan saya.. kalau kamu enggak ingin celaka” ucap mbah bendol memperingatkan gw sambil tetap mencengkram pergelangan tangan.
Aneh.. sangat aneh.. telapak kaki tanpa beralaskan apapun ini seperti berjalan tanpa rintangan, logikanya ketika kita berjalan tanpa mengenakan apapun pasti akan merasakan sakit karena kerikil atau apapun, sedangkan ini.. gw berjalan disebuah tempat yang lebih tepat gw sebut hutan, dimana tanaman kecil yang tajam dengan duri2 yang menghiasinya siap untuk menggores kaki ini, tapi semua tidak gw rasakan.. semua terasa sangat mudah.. hingga akhirnya langkah kaki ini terhenti, terdengar mbah bendol meminta gw melepaskan ikatan yang menutupi mata gw, entah dimana sekarang gw berada.. hati gw mengatakan ini perjalanan ini terasa sangat jauh.. walaupun gw merasakannya sangat mudah dan cepat, kini gw berada di suatu tempat dimana pohon2 besar begitu mendominasi diantara kegelapan, tampak terlihat sebuah sendang kecil dengan sebuah bilik kecil berada ditepiannya.
“kamu pergi ke sana.. ada dua ember yang sudah saya persiapkan, silahkan kamu gunakan air di ember dimana terdapat bunga didalamnya.. kamu pergunakan itu untuk mandi” kegelapan malam yang mencekam, tempat yang terasa asing.. mandi dengan mempergunakan air yang bercampur bunga, cukuplah sudah untuk membuat nyali besar gw runtuh.
“apakah mbah wodo dan mbah bendol akan menemani?” terlihat sebuah senyum dengan makna mentertawakan ketakutan yang gw rasakan, seolah olah mereka berkata.. dimana reza yang berani itu.. yang selalu berpikir dengan rasional.. yang selalu memandang hal yang ghoib dengan sebelah mata..
“kamu sendirian.. bila waktunya tiba, nanti saya akan kesana” ucap mbah wodo seraya mengajak mbah bendol pergi meninggalkan gw dan hilang dalam kegelapan malam.
Dengan langkah gemetar gw berjalan menuju bilik yang berada di tepian sendang, entah mengapa gw merasakan seperti ada yang mengawasi disetiap langkah ini, ketika memasuki bilik.. tepat apa yang dikatakan mbah wodo, dibilik ini sudah tersedia dua buah ember air dengan salah satunya sudah tercampur bunga yang menimbulkan aroma wangi, sebuah gayung batok kelapa dengan gagang panjang sepertinya memang sudah dipersiapkan untuk gw mandi.
Diguyuran air yang pertama, gw sama sekali tidak merasakan keanehan dan keganjilan selain dinginnya air dan aroma wangi yang ditimbulkan oleh bunga, memang sempat terdengar ditelinga ini sebuah suara yang memecah kesunyian malam.. sebuah suara yang lebih cenderung ditimbulkan oleh seekor hewan dibandingkan manusia, terdengar melengking dengan durasi yang lumayan panjang, hingga guyuran kedua, ketiga dan selanjutnya.. suara itu kembali terdengar seiring guyuran yang gw lakukan, entah suara dari hewan apa, tapi yang pasti suara ini seperti mengikuti setiap guyuran yang gw lakukan, dan itu cukup untuk membuat gw mengadahkan kepala menatap lebatnya dedaunan dalam kegelapan malam, bukannya sumber suara yang gw dapati.. tapi rasa ketakutan yang gw rasakan semakin bertambah hingga memaksa pandangan ini berpaling dari gelapnya malam.
“aneh.. ini aneh..” ucap gw pelan sambil mencoba menciduk air dengan gayung untuk guyuran yang terakhir, sebelum sempat gayung ini menyentuh air, gw melihat diantara air yang terlihat beriak kini muncul sebuah gambaran samar.. sangat samar.. gw bisa melihat gambaran itu seperti silih berganti memunculkan sketsa wajah.. sketsa sketsa itu begitu familiar dimata ini.. bahkan gambarannya yang samar tidak cukup untuk menipu mata gw.. untuk mengenalinya..
“ini.. enggak mungkin. .enggak mungkin..!!” teriak gw sambil mengurungkan cidukan yang akan gw lakukan, kedua tangan gw kini menggenggam erat ember dikedua sisinya dan berupaya menggoyang2kannya.. hingga akhirnya sketsa sketsa itu memudar seiring riak air yang muncul.
“apa maksud semua ini.. ini sama sekali enggak nyata.. bagaimana bisa sketsa itu muncul dicidukan gw untuk yang terakhir kalinya..” ucap gw dengan seribu tanda tanya besar.
>> Lanjutkan membaca cerita horror jeritan malam chapter 21
Sebuah pembuktian bagian sembilan, terungkapnya sejarah mess..