Cerita Horror: Jeritan Malam Chapter 18

Cerita dari kaskus oleh meta.morfosis

Sebuah pembuktian bagian enam, terungkapnya sejarah mess..

<< Baca sebelumnya: cerita horror jeritan malam chapter 17

“jadi bagaimana pak reza, kita lanjutkan atau enggak nih?” tanya mas dikin, gw mengerti dengan maksud pertanyaan mas dikin, tujuan pertama kami hingga akhirnya kami menginjakan kaki ditempat ini tidak lain karena rasa penasaran dengan apa yang dilakukan hesti ditempat ini, kepergian hesti tidak akan menyurutkan langkah kami untuk mengetahui tempat apa yang hesti datangi dan apa yang dilakukannya disana, andaikan memang dibalik kegelapan itu ada suatu rumah setidaknya minto dan yang lain bisa membersihkan diri dari kotoran dan menghilangkan bau yang semakin menusuk hidung.

“lanjut..” jawab gw mantap.

“sebaiknya jangan za, tempat ini sepertinya beneran angker” kini terdengar minto bisa mengucapkan sesuatu setelah sekian lama terkunci dalam kebisuan, seiring ucapan yang keluar dari mulut minto, rasa penasaran gw tentang apa yang minto alami kembali hadir.

“sebenarnya apa yang lu lihat to..?”

“za.. mungkin gw akan kalian anggap gila atau mengada ada, dari awal perasaan gw sudah enggak enak, disaat keinginan gw untuk buang hajat sepertinya akan segera berakhir, gw melihat sesuatu..”

“apa to?” indra mencoba memberikan sebatang rokok pada minto.

“awalnya gw berpikir suara yang timbul diantara rerimbunan didepan gw adalah suara yang disebabkan oleh angin atau binatang malam lainnya, akan tetapi perlahan demi perlahan..” minto menghentikan ceritanya dan berusaha menyulut rokok lalu menghisapnya dalam2.

“perlahan rerimbunan semak belukar itu mulai tersibak, gw melihat seekor ular besar..sangat besarr, andai gw gambarkan badan ular itu sebesar batang pohon kelapa dengan sisiknya yang berwarna hitam..”

Mendengar perkataan minto, gw langsung berpikiran bahwa kejadian ini adalah hal yang normal, ditempat seperti ini dimana pohon besar dan semak belukar begitu mendominasi sangat terasa wajar akan kehadiran binatang binatang liar, seperti ular, babi ataupun macan, jadi terasa tidak ada yang aneh dengan apa yang disaksikan minto.

“menurut gw itu ular phyton biasa to..” ucap gw memotong perkataan minto.

“lu bisa ngomong gitu za.. tp gw yang menyaksikan sendiri dengan mata kepala ini, enggak akan bisa berkata seperti itu.. disaat gw melihat bagian kepalanya, kepala ular itu terlihat menatap gw dengan sorot mata yang tajam, mata itu terlihat meruncing disetiap sudutnya dengan warna merah menyala dikedua matanya”

“astaga to.. masa sih?” terlihat indra mulai merasa ketakutan mendengar cerita minto.

“yang paling tidak masuk akal, gw melihat seperti ada mahkota ada diatas kepala ular itu.. sumpah za.. desisan dan sorot mata ular itu enggak akan bisa gw lupakan dalam waktu yang cepat” terlihat minto berusaha menutup mukanya dengan kedua telapak tangannya, gw bisa melihat rasa keberanian yang sebelumnya masih membara di wajah indra, minto dan dikin kini terlihat mulai meredup.

“sebaiknya kalian tunggu disini, biar gw yang melanjutkan sendiri” ucap gw sambil bergegas untuk melangkah menaiki gundukan batu alam yang menyerupai tangga.

“jangan gila lu za, gw tetap ikut t erlihat indra kini berdiri menyusul langkah gw, hingga akhirnya minto dan dikin mengikuti apa yang dilakukan indra.

Rasa dingin, letih dan lapar yang kami rasakan seakan berjalan seirama dengan jarum jam yang mengantarkan malam berjalan menuju ke kesempurnaan dengan sejuta misterinya, ingin rasanya menghentikan langkah kaki ini dan berkata menyerah akan sebuah kata pembuktian, hingga akhirnya tatapan mata kami menangkap sebuah rumah..sebuah rumah yang terlihat sangat sederhana seperti layaknya rumah2 dipedesaan yang tertinggal, cahaya obor terlihat menerangi sekitar rumah begitu juga dengan satu titik cahaya lilin yang terlihat memancarkan cahayanya dari dalam rumah.

“ndra…” ucap gw pelan sambil berharap usulan yang keluar dari mulutnya, tatapan indra terlihat begitu tajam menatap bangunan yang dalam hitungan beberapa langkah lagi kami akan mencapainya, rasa curiga terpancar dari wajahnya, begitu juga dengan tatapan minto dan mas dikin, entah apa yang akan kami temui disana, kini tatapan indra terlihat berpaling ke arah minto dan mas dikin, terlihat anggukan dari kepala mereka, seakan sudah mengerti akan langkah selanjutnya yang akan kami lakukan.

“permisi” ucap gw setibanya dirumah itu, lama tidak terdengar jawaban dari dalam rumah yang tampak tertutup rapat dan hanya menyisakan sebuah jendela yang dibiarkan terbuka.

“pak” terdengar lirih suara mas dikin di iringi jari tangannya yang menunjuk pada sosok yang terlihat diam mematung menatap kami, dalam gelapnya malam dan sinar cahaya yang bersumber dari obor, kami masih bisa melihat wajah sosok yang menatap kami dengan tatapan dinginnya, orang ini sama dengan orang yang kami lihat dalam kegelapan malam, sseorang dengan bentuk tubuh tidak normal diantara kedua belah tangannya

“permisi pak..” kali ini minto kembali berusaha menyapa pria tersebut, dari raut wajahnya terlihat ketidak senangan dan kecurigaan atas kehadiran kami, lama dia terdiam dengan tatapan mata yang sama.

“siapa kalian.. mau apa kalian!!” sebuah suara yang terdengar serak terucap dari mulutnya yang terlihat seperti mengunyah sesuatu, kami hanya bisa terdiam dan tidak bisa menjawab apa yang ditanyakannya, sepertinya kami terbius dengan keanehan dan kemisteriusan yang ditunjukan orang tersebut.

“siapa kalian.. mau apa kaliannn!!!” kali kedua ini nada suarang terdengar seperti melengking di iringi dengan lemparan batu dari tangan kanannya, serentak kami memundurkan langkah merasa terancam dengan sikapnya yang terlihat mulai agresif.

“ndol.. ada siapa diluar” terdengar sebuah suara dari dalam rumah dan menghentikan ke agresifan orang tersebut, tidak berapa lama terlihat sesosok pria yang terlihat masih muda keluar dari dalam rumah, senyum ramah terlihat dari wajahnya, ada perasaan tenang dan menyejukan yang terpancar dari wajah orang tersebut, mungkin andai wanita yang menatap orang ini niscaya dia akan jatuh hati dalam pandangan pertama, terlihat tangannya memberikan isyarat kepada lelaki bertangan tidak normal itu untuk menjauhi kami, hingga akhirnya orang tersebut beranjak menjauh dan duduk dalam kegelapan malam.

“maafkan mbah bendol.. dia yang menemani dan membantu saya disini” ucapnya sambil mempersilahkan kami untuk duduk diteras yang beralaskan kayu, entah mengapa tidak ada perasaan takut atau curiga melihat keramahannya.

“kalau boleh tau, kalian siapa dan apa tujuannya kesini” tanyanya dengan ramah, dari nada suaranya yang ramah, entah mengapa gw berpikir bahwa orang ini bukanlah orang sembarangan, pertanyaan yang dia lontarkan ibarat pertanyaan pemancing atas segala sesuatu yang mungkin sudah diketahuinya, akhirnya kami memperkenalkan diri dan beralasan bahwa kedatangan kami bukanlah sesuatu yang disengaja alias tersasar.

“yakin kalian enggak berbohong..?” tanyanya lagi sambil melinting selembar daun jagung yang berisi tembakau, terlihat indra, minto dan mas dikin tampak berpikir keras untuk memberikan sebuah alasan.

“sebenarnya tadi kami mengikuti seorang wanita.. pak” ucap gw tanpa berusaha menutupi.

“zaaaa” sebuah pukulan dari siku minto bersarang di lengan gw, sepertinya minto mencoba menahan gw dari berbicara jujur.

“panggil saya mbah wodo, teruskan..” ucap bapak tersebut dan mulai menghisap rokok jagungnya.

“wanita itu saya kenal dengan nama hesti, tadi dalam perjalanan saya melihat hesti membelokan arah ke sebuah jalan setapak yang ternyata berujung dirumah mbah wodo”.

“apa yang membuat kamu penasaran mengikutinya?” kini nada bicara mbah wodo terdengar lebih berat.

“saya penasaran dengan apa yang dilakukan hesti ditempat tersembunyi seperti ini”

“hmmmmm” wajah mbah wodo seketika berubah seperti orang berpikir.

“sebelumnya saya mau minta tolong mbah, agar ketiga orang kawan saya ini diberikan izin ke kamar kecil untuk membersihkan badan”.

Wajah mbah wodo terlihat kembali tersenyum “ohh silahkan, dibelakang rumah ini ada pancuran yang bisa dipergunakan kalian untuk mandi”

“terima kasih mbah” ucap mas dikin seraya mengajak indra dan minto menuju belakang rumah, seiring dengan menghilangnya mereka dari tatapan mata ini, terlihat mata mbah wodo menatap gw dengan tajam… ada rasa takut yang gw rasakan setiap kali mata kami beradu pandang.

“saya mengenal kamu.. sangat mengenal kamu.. coba kamu perhatikan ini..” ucapnya sambil menggerakan telapak tangan didepan wajahnya secara turun naik.


>> Lanjutkan membaca cerita horror jeritan malam chapter 19

Sebuah pembuktian bagian tujuh, terungkapnya sejarah mess..

Tinggalkan komentar