Cerita dari kaskus oleh meta.morfosis
Sebuah pembuktian bagian empat, terungkapnya sejarah mess..
<< Baca sebelumnya: cerita horror jeritan malam chapter 15
“za.. sebenarnya kami sudah dari jam 9 malam itu ada diluar pagar, tapi sesuatu menghentikan langkah kami”
“gw lihat seorang bapak tua diteras depan itu, dari cara berpakaiannya seperti pakaian yang ada di lukisan yang ada di dinding, semula gw pikir itu tamu atau mungkin kerabat dari seseorang diantara kita”
“lu lihat wajah orang itu ?”
“sangat samar za, terlihat bapak itu berjalan mondar mandir diteras seperti orang bingung, saat itu gw putuskan untuk mengajak minto membuka pintu pagar dan menghampiri bapak itu.. tapi..”
“tapi apa pak?” kini mas dikin menjadi ikut tergelitik rasa keingintahuannya.
“sebelum tangan gw sempat membuka pintu pagar, gw melihat seekor kucing yang berjalan mendekati bapak itu,dan ketika kucing itu tepat berada di kakinya, dalam sekejap bapak tersebut terlihat menginjak tubuh kucing itu dan disaat kucing itu sudah tidak berdaya, terlihat tangannya mengangkat kucing itu dan kembali menghantamkannya ke lantai teras berulang2 kali”
“disaat itu za, gw merasa kejadian ini janggal, ini tidak benar, pasti ini bukan manusia dan akhirnya gw urungkan niat untuk membuka pintu pagar dan memutuskan tetap berada diluar dengan harapan ada seseorang dari kalian yang keluar rumah”
Disaat ini gw merasa heran dengan minto yang terlihat serius ikut mendengarkan, kenapa hanya indra yang terlihat begitu detil menjelaskan apa yang dilihatnya.
“to?”
“gw enggak melihat itu semua za, justru gw bingung dengan tingkah laku indra yang menahan dirinya membuka pintu pagar, dari cara pandang indra, rasa takut di wajahnya, cukuplah membuat gw ikut merasakan takut”
“tapi.. untuk kejadian kedua, gw bisa ikut merasakan apa yang dilihat indra, sekilas.. walau hanya sekilas, gw bisa memastikan memang ada sesuatu dibelakang kalian”
“lu ngomong apa sih, maksud lu apa?” kembali gw meringis menahan sakit dikaki ini.
“lu harus berobat za” minto mengalihkan pembicaraan melihat rasa sakit yang gw rasakan, memang harus gw akui rasa sakit ini begitu menyiksa, hingga membuat gw merasakan panas dingin ditubuh ini.
“terusin cerita lu to?”
“gw sama indra melihat ketika mas dikin menyingkap gorden jendela ruang tamu, begitu juga ketika lu terlihat ikut melihat keluar dari balik jendela itu, tapi disaat yang sama gw juga melihat seperti ada bayangan hitam dibelakang kalian”
“gw coba meyakinkan diri dengan apa yang gw lihat, hingga akhirnya indra meyakinkan apa yang gw lihat itu enggak salah, karena indra pun melihat sosok bayangan itu, gw coba untuk berteriak memanggil kalian, tapi mata dan telinga kalian terlihat seperti buta dan tuli untuk menyadari kehadiran kami” ucap minto sambil mencoba mengganti kompres di kening gw.
“lu sendiri gimana za, inikah hasil dari pembuktian lu?” tanya indra sambil memperhatikan kondisi kaki gw.
“ndra.. coba lihat dikaki gw, apakah ada bekas luka baru? gw takut ini karena infeksi luka karena kejadian semalam” mata indra mencoba melihat setiap bagian kaki gw yang tampak memerah dan panas, terlihat indra menggelengkan kepalanya.
“sudahlah za, kali ini lu harus mengakui kalau ini mungkin perbuatan penunggu mess ini” gw hanya terdiam tanpa berniat untuk menyetujui atau menolak pendapat indra, terlihat mas dikin mengeluarkan sesuatu dari kantongnya, terlihat kujang/keris yang gw buang semalam sudah berada dalam genggaman tangannya, tampak benda tersebut sudah terbungkus kembali dalam kain yang bertuliskan rajah.
“maaf pak, tadi pagi saya ambil kembali benda ini” mas dikin segera meletakkan kembali kujang/keris diatas meja, gw hanya terdiam dan mencoba menahan keinginan untuk membicarakan apa yang terjadi dengan gw dikamar ini.
“sebaiknya kalian kerja” saran gw kepada minto dan indra.
“biar nanti indra yang berangkat sendiri ke kantor untuk memberitahukan perihal sakitnya lu za, gw juga punya ide”
“apa to?”
“minggu depan kita bereskan semua masalah yang berhubungan dengan mess ini, biar nanti indra minta tolong yanto mengurus perizinannya, soalnya dia kenal dekat dengan manajemen perusahaan, bagaimana?” terlihat indra mengangguk setuju, akhirnya kami menyepakati ide tersebut.
Tepat jam 11 pagi, seorang dokter akhirnya tiba di mess, tampak terlihat minto sudah teramat akrab dengan dokter tersebut, setelah terlibat pembicaraan dengan dokter tersebut, minto meminta agar dilakukan pemeriksaan, ada raut kebingungan di wajah dokter tersebut walaupun coba disembunyikan dalam profesionalismenya sebagai dokter.
“bagaimana dok?”
“untuk kesimpulan sementara, ini bisa di sebabkan sejenis virus atau alergi terhadap sesuatu” jawabnya sambil mencoba menuliskan sebuah resep untuk gw tebus.
Hampir sepanjang malam rasa sakit ini benar benar menyiksa gw, obat yang gw minum sepertinya tidak memberikan kesembuhan sama sekali, setelah hampir 2 hari lamanya gw masih bergelut dengan rasa sakit, akhirnya gw memutuskan untuk setuju dengan pemikiran indra untuk tidak ada salahnya meminta bantuan haji mustofa yang dulu pernah memberikan bantuan disaat indra mengalami apa yang disebut dengan kerasukan.
“apa yang nak reza perbuat kali ini ” tanya haji mustofa ketika pertama kali melihat kondisi kaki gw, ucapan pertanyaan haji mustofa seperti pertanyaan basa basi yang inti sebenarnya adalah mempertanyakan apakah sekarang gw sudah bisa mengakui keberadaan mahluk ghoib, gw hanya bisa tersenyum tanpa bisa menjawab, hingga akhirnya mas dikin menceritakan kejadian yang terjadi pada saat malam pembuktian.
“nak reza, menjadi pemberani itu bukan serta merta kita menantang apa yang kita ragukan keberadaannya, saya enggak meminta nak reza untuk takut kepada sesuatu yang ghoib tapi mungkin kata menghormati adalah kata yang tepat saya sarankan buat nak reza” nasihat haji mustofa, terlihat mulutnya membaca doa sambil tangannya mencoba meraba kaki gw yang mengalami sakit, ada rasa hangat yang menghilangkan rasa sakit itu disetiap usapan tangan haji mustofa.
“tolong bantu saya”
“nak reza, saya hanya bisa membantu semampu saya, selebihnya yakinkan hati nak reza mudah2an ikhtiar ini memberikan hasil” tepat pada ucapannya yang terakhir, haji mustofa terlihat memijat salah satu jari kaki gw, terlihat lembut tapi memberikan efek sakit yang terasa sangat menyiksa.
“mudah2an besok kamu sudah kembali normal lagi” wajah haji mustofa terlihat tersenyum lega begitu mengakhiri pengobatannya.
Semudah itukah tanya gw dalam hati terdalam tanpa mencoba mendebat apa yang dikatakan haji mustofa dan tanpa pula berkeinginan untuk menanyakan apa yang menyebabkan kaki gw menjadi seperti ini, hingga akhirnya disaat pagi tiba, gw terbangun dan menerima kenyataan bahwa kaki gw sudah kembali normal seperti sedia kala, entah gw harus mengagumi haji mustofa karena kehebatannya ataukah karena kebijaksanaannya.
“jadi gimana za? apakah sebaiknya kita hentikan pembuktian dan rasa ingin tahu kita tentang masa lalu mess ini?” tanya indra sambil bersiap2 untuk berangkat kerja.
“lohh lu mau kemana za?” terlihat minto terheran2 melihat gw memasukan beberapa baju kedalam tas ransel.
“sebaiknya kalian kerja saja, biar gw yang mencari tau sejarah mess ini” jawab gw sambil mulai memberekan apa yang perlu gw bawa untuk perjalanan ini.
“lu mau kemana za?”
“gw mau cari mbah warsono”
“walah za, masa sih kami tega membiarkan lu pergi sendirian” ucap minto sambil menggeleng2kan kepala menyadari sifat keras kepala gw.
“gini deh za, ada baiknya kita berangkat malam nanti, biar gw sama indra ke kantor terlebih dahulu untuk minta izin, gimana?”
“kalian yakin?” tanya gw balik bertanya.
“kita tuh senasib sepenanggungan za, kita ngalamin hal yang sama, teror yang sama, jadi kita hadapi semuanya bersama2” ucap indra sambil menepuk2 bahu gw, setelah berdiskusi cukup lama akhirnya gw memutuskan menunggu indra dan minto untuk bekerja terlebih dahulu.
“biar nanti gw sama mas dikin menyewa mobil di rental terdekat sekalian gw mau ambil uang buat bekal perjalanan, kamu bisa bawa mobil kan mas?”
“bisa pak”
Tepat jam 7 malam akhirnya indra dan minto menampakan batang hidungnya, tanpa menunggu lama, berbekal alamat yang dibawa minto akhirnya kami berangkat menuju kawasan hutan b*t*r*, mungkin ini adalah perjalanan teraneh dalam hidup gw, perjalanan untuk sebuah pembuktian bahwa kita hidup berdampingan dengan mahluk yang tak kasat mata.
“perasaan gw campur aduk malam ini za, takut, penasaran, khawatir..” ucap minto sambil memandang keluar mobil yang berjalan dalam gelapnya malam, indra terlihat enggan untuk menjawab begitu juga dengan mas dikin, namun dari raut wajah mereka gw bisa simpulkan merekapun mempunyai perasaan yang sama.
“semoga semua berjalan dengan baik” harap gw sambil mencoba memberikan sedikit ketenangan.
“pak reza, maaf kalau saya lancang.. yang penting sekarang bapak sabar dan jangan terlalu mudah emosi” tampak ragu mas dikin mencoba memberikan sarannya.
“zaaaa..” akhirnya terdengar juga suara dari mulut indra.
“apa ndra..?”
“itu zaa, coba lihat” ucap indra lagi menunjuk sebuah sepeda motor yang berjalan tepat disisi mobil hingga akhirnya melewati mobil yang kami naiki.
“lihat apa ndra, apaaa?”
“itu hesti zaa, hestiiii!!” teriak indra dengan wajah menampakan kekagetannya.
“yakin lu ndra?” rasa penasaran segera menghinggapi gw, gw lihat motor yang dimaksud indra kini tepat berada didepan kami, gw bisa lihat seorang wanita tampak duduk dibelakang seorang pengemudi.
“ikutin mas.. ikutin” perintah minto kepada mas dikin tanpa berusaha untuk meyakinkan bahwa itu memang hesti, hampir 40 menit lamanya kami mengikuti hesti hingga akhirnya kami memasuki lokasi jalan yang sepi dengan hamparan pohon jati dikanan kiri jalan, motor yang dikendarai hesti kini tampak memasuki jalan setapak yang mustahil bagi kami untuk mengikutinya menggunakan mobil, hingga kami putuskan untuk menepi dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
>> Lanjutkan membaca cerita horror jeritan malam chapter 17
Sebuah pembuktian bagian lima, terungkapnya sejarah mess