Cerita dari kaskus oleh meta.morfosis
Sebuah pembuktian bagian dua, terungkapnya sejarah mess..
<< Baca sebelumnya: cerita horror jeritan malam chapter 13
Berat.. itu yang gw rasakan, dan semuanya semakin terasa berat ketika terdengar suara mas dikin memanggil nama gw, terdengar langkah kakinya begitu cepat menyusul, diantara detak jantung gw yang berdegup kencang,kini terasa tangan mas dikin yang berusaha menarik baju dipundak gw, ini benar benar tidak masuk akal.. sangat gila dan diluar kemampuan gw untuk memahami ini semua, andai ini memang mahluk astral bagaimana mungkin dia bisa berlaku seperti layaknya manusia, berlari mengejar langkah gw, seperti seekor predator yang mengejar mangsanya, dengan seluruh keberanian yang tersisa akhirnya gw beranikan diri untuk menolehkan kepala ini kebelakang, terlihat wajah mas dikin yang panik dan penuh ketakutan, wajah itu adalah wajah mas dikin yang gw kenal, sangat berbeda dengan wajah yang gw lihat didapur tadi.
“sadar pak reza.. sadarrr” ucap mas dikin terdengar agak keras sambil mengguncang2kan pundak gw, ada secercah keberanian yang muncul mendengar suara mas dikin yang berusaha menyadarkan gw entah dari apa, tapi ada juga rasa takut dan khawatir dengan sosok mas dikin yang sekarang berada tepat dibelakang gw, gw tidak ingin mahluk ini berhasil memperdaya dan menakuti gw untuk yang kedua kalinya.
Gw coba untuk memperhatikan secara seksama wajah mas dikin, hati kecil gw menilai ada kejujuran dari ucapannya, dan itu cukup menjadi dasar untuk gw mempercayainya.
“mas dikin ?” tanya gw mencoba kembali meyakinkan.
“aduhh pak reza, sumpahh.. saya dikin” yakin dan percaya, itulah yang harus gw tanamkan dihati gw saat ini.
“kalau kamu mas dikin, yang tadi didapur itu siapa?” tanya gw dengan rasa heran.
“wahhh kalau tau bakal seperti ini, lebih baik tadi saya ikut pak minto dan pak indra jalan2, pak reza benar2 buat saya sport jantung”
“saya enggak mengerti dengan maksud ucapan mas dikin” nada bingung terdengar dari pertanyaan gw, akhirnya berkisahlah mas dikin tentang kejadian yang baru saja terjadi, rupanya sosok yang berada didapur tadi memang mas dikin adanya, justru keanehan terjadi pada diri gw.
“masa sih mas saya seperti itu?”
“benar pak, saya sampai takut” jawab mas dikin mencoba meyakinkan gw tentang ucapannya yang mengatakan bahwa gw terlihat berbicara sendiri sewaktu didapur tadi.
“tapi itu benar mas dikin kan?” kembali gw mengulangi pertanyaan diantara rasa bingung dan heran atas apa yang gw alami.
“ya ampunn.. benar pak, kan pak reza sendiri yang nyuruh saya duduk nemenin makan, tapi setelah itu bapak sibuk sendiri berbicara entah dengan siapa tanpa sedikitpun mendengarkan ucapan saya”
“ini benar benar aneh” kali ini gw benar2 tidak mempunyai jawaban apa2 atas kejadian didapur tadi.
“sumpah pak..saya takut melihat pak reza yang ketakutan seperti itu, sampai2 piring yang pecah karena terlenggor tangan pak reza saya tinggalkan begitu saja dilantai”
“melihat pak reza lari, saya juga jadi ikutan lari, saya pikir pak reza melihat sesuatu yang menyeramkan.
Akhirnya gw jelaskan kepada mas dikin tentang peristiwa yang baru saja gw alami, terdengar tidak masuk akal dan terkesan mengada2, andai diruang tamu ini ada orang lain selain mas dikin, gw tidak akan menceritakan apa yang baru saja gw alami, bercerita sesuatu yang tidak masuk akal hanya akan membuat gw seperti orang bodoh yang sedang berkhayal.
“saya percaya pak, engak mungkin pak reza bohong soal seperti ini, karena pak reza itu orang yang paling anti untuk mempercayai hal2 yang mistis”
“kalau boleh saya kasih saran pak.. sebaiknya rencana bapak tadi siang itu sebaiknya dibatalkan saja..perasaan saya enggak enak pak” ucap mas dikin dengan raut wajah khawatir.
“ahhh itu cuma perasaan mas dikin aja yang penakut” gw mencoba meredakan ketakutan mas dikin, kembali tercium bau bangkai seperti bau yang tercium didapur tadi, pandangan gw mentap mas dikin dengan harapan mas dikin mencium juga bau yang tercium indra penciuman gw ini.
“tadi mas dikin mencium bau ini juga kan didapur?”
“iya pak” terlihat mulut mas dikin komat kamit membaca sesuatu, bisa gw rasakan udara diruangan tamu yang biasanya terasa hangat kini seperti terjamah kekuatan tak kasat mata itu, terasa dingin dan lembab, samar samar tedengar suara seperti orang yang sedang membenturkan sesuatu dilantai.
“suara apa itu mas?”
“saya enggak tau pak” mata mas dikin memberikan isyarat bahwa sumber suara itu berasal dari teras depan, gw coba memberikan isyarat balik kepada mas dikin untuk mencari tau penyebab suara aneh itu, dengan sangat perlahan mas dikin mencoba menyingkap gorden dan mencoba melihat apa yang terjadi.
“apa mas?”
“enggak ada apa2 mas” siring jawaban mas dikin, gw mencoba ikut mengintip keluar, dan memang betul apa yang dikatakan mas dikin, hanya cahaya redup lampu teras yang sedikit menerangi gelapnya malam yang gw saksikan.
Kembali gw mengajak mas dikin untuk duduk dan memutuskan menunggu kehadiran minto dan indra, seiring waktu yang terus berjalan tanpa terasa jam sudah menunjukan pukul 10 malam, suasana malam ini terasa hening bahkan gw bisa mendengar bunyi jarum jam yang berdetak, mungkin keheningan ini dikarenakan rasa takut, cemas, penasaran yang gw rasakan, semua perasaan itu seperti tercampur aduk dalam pikiran gw.
“pak reza, kenapa bapak enggak minta pindah rumah ke kontrakan yang lain pada pihak kantor? jujur pak, makin lama saya juga jadi enggak betah disini, setiap hari bawaannya takut” berceritalah mas dikin tentang kebiasaannya yang selalu keluar rumah disaat kami bekerja dirumah, dan terkadang disaat malam tiba, mas dikin sering beralasan keluar ingin berpartisipasi menjaga keamanan, runtuh sudah pandangan gw yang beranggapan bahwa mas dikin adalah orang yang bisa gw andalkan disaat terjadi sesuatu dikarenakan gw melihat ketenangan mas dikin menghadapi fenomena ini.
“bukannya enggak minta mas.. saya, indra dan minto bahkan sudah ngajuin bersama keinginan untuk dipindahkan tempat tinggal, tapi selalu saja perusahaan beralasan semua itu belum dianggarkan, jadi untuk sementara lebih baik tinggal di asset milik perusahaan” gw coba menjelaskan alasan kami masih bertahan di mess ini.
“jadi gimana pak? masih mau nunggu pak minto dan pak indra?” kembali mas dikin mencoba bertanya diantara perasaan yang semakin lama semakin terasa mencekam, gw bisa melihat ketidaknyamanan mas dikin dalam duduknya, malam sperti tidak memberikan gw banyak pilihan, hanya ada dua pilihan, duduk dengan perasaan takut yang tak beralasan atau berbuat sesuatu untuk pembuktian dan menghilangkan semua rasa penasaran ini.
“tunggu sebentar mas” bergegas gw melangkah ke arah kamar untuk mengambil keris/kujang tua itu, tampak mas dikin mencoba mengikuti gw.
“gw harap benda ini bisa sedikit memberikan gambaran kejadian yang bisa menghapuskan garis tipis diantara keraguan gw untuk percaya dan tidak percaya dengan hal yang mistis” harap gw ketika menggenggam keris/kujang tua itu, mas dikin tampak kebingungan mencoba mengikuti apa yang selanjutnya akan gw lakukan.
“dimana mas dikin letakan sesajian terbesar dirumah ini?” tampak ada sedikit keraguan diwajah mas dikin untuk menjawabnya.
“dimana mas?” tanya gw sekali lagi, kini mas dikin mengajak gw untuk menuju dapur, tampak dimeja makan bekas piring makan mas dikin yang masih menyisakan nasinya yang belum habis termakan, begitu juga dengan pecahan piring dan nasi yang berserakan dilantai bawah meja makan.
“diluar pintu itu pak” mas dikin mencoba membuka pintu yang menghubungkan dapur dengan halaman luar belakang mess, ketika pintu terbuka terlihat sesajen dengan berbagai macam menu didalamnya.
“bodoh.. ini benar2 bodoh” gw coba memaki semua kekonyolan ini dalam hati yang terdalam, sesajen ini sama seperti sesajen yang gw lihat dikamar minto dan indra, tapi kini terlihat ada tambahan yang sangat mencolok mata ini, sebuah kepala ayam hitam terlihat disana, disebuah cawan yang berisi sajian darah ayam.
“ide siapa ada tambahan kepala ayam itu mas?”
“orang pintar itu pak” jawab mas dikin dengan polosnya, rupanya orang pintar yang pernah menghipnotis gw waktu itu yang memberikan ide pintar ini.
“mana kemenyannya mas ?” ucap gw kepada mas dikin, terlihat mas dikin berlari mengambil kemenyan dan kembali lagi dengan sebuah bungkusan ditangannya, kemenyan ini memang sengaja gw pesan sedari siang tadi, pengalaman gw menyaksikan orang pintar yang membakar kemenyan dalam proses ritualnya telah menginspirasi gw untuk melakukan hal yang sama, tanpa berlama lama lagi segera gw bakar kemenyan dan duduk bersila diantara redupnya lampu belakang dan gelapnya malam, angin yang berhembus, menyebarkan aroma wangi kemenyan ke segala penjuru, andai ada orang disekitar sini yang bisa mencium aroma ini tentunya dia akan berlari tunggang langgang karena ketakutan.
Kini mas dikin ikut duduk bersila disamping gw, gw bingung.. apa yang harus gw ucapkan untuk berinteraksi dengan mereka, untuk sementara kami hanya terduduk dengan pandangan menatap kegelapan malam, 20 menit berlalu tanpa ada suatu kejadian apapun, mungkin kami salah melakukan ritual ini, bosan rasanya menghadapi kenyataan ini, dimana suara2 itu, dimana mahluk2 yang biasanya mengganggu itu, dimana harimau yang konon katanya jelmaan kujang/keris tua ini, dimana bau bangkai yang biasa muncul itu.. dimanaaa..?
Rasa kecewa dan bosan yang bercampur aduk didalam penantian tanpa hasil ini rupanya telah berhasil memancing rasa emosi yang gw pendam.
“siapapun kalian.. apapun kalian.. munculll!! tunjukan kalau kalian memang ada disini!!” entah keberanian ini karena rasa kecewa atau efek dari kepercayaan diri gw yang merasa aman memegang kujang/keris ini, tapi ada kekecawaan juga terhadap kujang/keris yang gw pegang ini, dimana kekuatan keris ini atau ini hanyalah benda unik tua yang tidak mempunyai kekuatan apa2, seperti benda umum lainnya.
Kembali kami lama terdiam dalam keheningan, terlihat mas dikin sedikit takut dengan emosi dan ketidak sabaran yang gw tunjukan.
“sabar pak..” ucap mas dikin, mungkin dia takut gw akan melakukan tindakan yang lebih ekstrim lagi.
>> Lanjutkan membaca cerita horror jeritan malam chapter 15
Sebuah pembuktian bagian tiga, terungkapnya sejarah mess