Cerita dari kaskus oleh meta.morfosis
Kunjungan wulan ke mess bagian dua, sesuatu yang tidak diharapkan..
<< Baca sebelumnya: cerita horror jeritan malam chapter 10
Rupanya perbincangan ini telah melunturkan semua rasa canggung berganti dengan keakraban, sampai saat ini gw masih merasa nyaman dan tidak melihat keanehan dari wanita ini, sungguh jauh dari kesan wanita misterius dengan ilmu pemikatnya.
“setelah ini, rencana kamu mau kemana za?” terlihat hesti memanggil salah satu pelayan.
“belum tau hes, belum tau terlalu banyak kota ini, mungkin pulang ke mess”
“aku temenin kamu jalan, kebetulan aku lagi enggak punya rencana kemana mana “ucapnya lagi disela sela perbincangannya dengan pelayan.
“ayo za, udah enggak usah bayar, malam ini makan kamu gratis” ajak hesti mengajak gw untuk meninggalkan rumah makan, beberapa tatapan mata terlihat seperti berbicara ketidak sukaan mereka atas keberuntungan gw.
Hesti mengajak gw berputar2 melihat situasi kota, banyak yang tidak gw ketahui dari kota ini, sambil sesekali mampir ke tempat jajanan kecil dipinggir jalan, rasanya aneh merasakan gw sebagai lelaki dibonceng sepeda motor oleh seorang wanita, wangi tubuh dan rambut hesti yang tertiup angin malam begitu menggoda naluri gw sebagai lelaki.
“jangan kaku gitu duduknya za, rileks, aku jadi enggak enak bawa motornya “ucap hesti menyadari ketegangan gw.
“sory hes, aku enggak biasa dibonceng motor” kilah gw mencoba menghilangkan kecurigaan yang mungkin ada dipikiran hesti, andai hesti mengetahui apa yang gw pikirkan dan bayangkan, mungkin dia akan menurunkan dan meninggalkan gw sendiri tanpa tau arah jalan pulang.
“dimana kamu tinggal za? biar aku antar”
“aku tinggal bersama indra dan minto, hes..”
“ohhh di mess itu” ucap hesti, lalu melajukan motornya menuju mess, terlihat sekali hesti sudah mengetahui selak beluk jalan menuju mess, sesampainya di mess terlihat pintu mess masih tertutup rapat sedangkan waktu sudah menunjukan pukul 9.30 malam, rupanya mas dikin, minto dan indra masih berada diluar sana, segera gw mempersilahkan hesti masuk dan duduk diruang tamu, setelah berganti baju gw kembali dengan menghidangkan secangkir teh hangat, terlihat hesti duduk dengan menumpangkan kaki kanan pada lutut kirinya, tertutup tapi masih menyingkapkan rok mininya.
“minum hes” ucap gw dengan mencoba memalingkan mata dari pemandangan ini, entah ini perasaan gw saja atau mungkin gw terbawa suasana, sosok hesti yang semula terlihat biasa, makin lama semakin terlihat semakin cantik, seakan setiap menit yang bertambah mengiringi perubahan kecantikannya.
“mata gw minus.. minus.. minus.., gw harus periksa mata nih” ucap gw didalam hati, ada rasa was was akan kelainan mata gw.
“za, kamu kok enggak bertanya bagaimana aku bisa tau jalan ke arah mess ini” gw hanya terdiam, gw takut jawaban gw akan menyinggungnya.
“aku yakin pasti kamu sudah tau kisah sebelum kamu ada disini” ucapnya kembali, sambil menggeser duduknya mendekati gw.
“kamu percaya dengan semua kisah itu za? tentang aku yang jahat, aku yang menyebabkan kematian reza.. kamu percaya?” tanyanya kembali dengan mendekatkan wajahnya ke arah wajah gw.
“enggak, aku enggak percaya dengan semua omongan itu” setiap kata yang keluar dari mulut hesti bagaikan kalimat yang keluar dari mulut seorang pujangga, terasa halus, memanjakan dan membuai, sehingga membuat gw berpikir ulang untuk mempercayai semua omongan indra dan minto. Akhirnya kami terlibat sebuah pergumulan, layaknya gw bergumul dengan indra, yang membedakan hanyalah dalam pergumulan ini ada hawa nafsu birahi yang timbul disetiap pergerakan tubuh “dikamar aja hes..” ucap gw dengan nafas yang memburu sambil menarik tangan hesti menuju kamar, ketika mendapati pintu kamar sudah terbuka dan hendak melangkahkan kaki kedalam kamar, mendadak langkah hesti terhenti, tatapan matanya ke arah dalam kamar segera menghentikan segala aktifitas kami, entah apa yang dia lihat, tapi apapun itu mengurungkan niatnya untuk melangkahkan kakinya kedalam kamar.
“diruang tamu aja za..” kini hesti berbalik menarik tangan gw menuju ruang tamu kembali, disaat semua pergumulan itu mulai akan berlanjut dengan hubungan layaknya hubungan seorang suami istri, terlihat pintu ruang tamu terbuka diiringi kemunculan indra dan minto, terlihat rasa kaget diwajah indra dan minto begitu menyaksikan apa yang kami lakukan diruang tamu, begitu juga dengan gw dan hesti yang tidak menyangka kehadiran mereka yang tiba tiba, dalam sekejap hesti langsung merapihkan pakaiannya dan beranjak pergi tanpa sempat mengambil pakaian dalamnya yang masih tercecer dilantai.
“hesss..” teriak gw mencoba mengurungkan niat hesti untuk pergi, terlihat indra dan minto menghalangi langkah gw, dan menyaksikan kepergian hesti, setelah hesti terlihat pergi dengan menggunakan sepeda motornya, minto mendorong gw dengan kerasnya hingga gw terjerembab di kursi.
“hehh sadar lu za.. sadarrr!! lu boleh main gila za, tapi bukan dengan wanita itu” hardik minto dengan nada emosi, tidak ada keinginan gw untuk melawan balik tindakan minto.
“kalau mau seperti itu, lebih baik lu ikut kami tadi sore, bukan malah coba ngelakuin dengan si hesti” ucap indra dengan lebih bijak, setelah emosi minto cukup mereda terlihat dia menjulurkan tangan seraya meminta maaf atas kekasarannya.
“maaf, gw lepas kendali” setelah mengucapkan kalimat itu segera gw beranjak ke kamar dengan terlebih dahulu mengambil pakain dalam hesti.
“bodohhh.. tolol lu za” helaan nafas gw terasa begitu berat, sebuah kekeliruan telah gw lakukan malam ini, rasanya tidak cukup semua caci maki ini gw arahkan ke diri gw sendiri, semua caci maki ini tidak bisa menebus semua keteledoran ini.
“sebaiknya gw simpan nih pakaian dalam dibawah bantal dulu” ucap gw pelan sambil menyelipkan pakaian dalam itu dibawah bantal, masih belum terpikirkan untuk mengembalikan atau membuangnya.
Keesokan harinya gw terbangun oleh sorotan matahari pagi yang menembus celah lubang angin, gw tidur nyenyak sekali malam itu tanpa adanya kejadian kejadian aneh, samar2 terdengar sebuah percakapan yang berasal dari ruang tamu.
“siapa yang sudah bertamu pagi pagi seperti ini?” beranjak gw mengambil handuk dan keluar kamar untuk mandi.
“itu pak rezanya sudah bangun” terlihat mas dikin sedang berada diruang tamu menemani seorang wanita yang tidak lain adalah wulan.
“wulannn??” ucap gw kaget sambil berlari menghampiri dan memeluknya, kini terlihat minto dan indra sudah bangun dan ikut bergabung menyambut kedatangan wulan.
“rencananya mau nginep dimana mba wulan selama ada disini?” tanya indra, sambil menyuruh mas dikin memasukan tas yang masih berada di teras rumah.
“kamu kok pagi tibanya wul? rencananya pagi ini aku baru mau cari hotel” ucap gw yang masih kaget dengan perubahan kedatangannya.
“nginep di hotel” ucap wulan memberikan jawaban kepada indra.
“ada perubahan rencana keberangkatan za.. maaf yah enggak sempat ngabarin, untung aku masih simpan no telepon pak imron” terlihat wulan tersenyum gembira atas perjumpaan ini.
“sebaiknya nginep disini aja dulu mba wulan, baru besok bisa nginep dihotel” ucap mas dikin memberi saran, mungkin hari ini gw sedang teramat sensi, sehingga ketika mas dikin berbicara ada sedikit kecemburuan dihati gw, terlalu sok perhatian dan sok manis bicaranya mas dikin kepada wulan.
“sebaiknya begitu” ucap minto dan indra hampir berbarengan, setelah berpikir dengan matang, akhirnya gw setuju dengan usulan yang diusulkan mas dikin, lagipula wulan sudah terlihat lelah akibat perjalanan ini.
“kalau begitu sebentar, biar aku beresin dulu kamarnya” ucap gw kepada wulan, sebelum akhirnya wulan menarik tangan gw.
“biar aku aja yang beresin za, kamu sebaiknya mandi, bau tauu” canda wulan sambil meminta gw mengantarkannya kekamar.
Berantakan dan unik, itulah kalimat pertama yang keluar dari mulut wulan ketika pertama kali memasuki kamar.
“aku mandi dulu ya”
“yups” jawab wulan dengan mata masih memandang dekorasi kamar, akhirnya gw meninggalkan wulan sendiri didalam kamar.
Guyuran air pertama diujung kepala ini begitu menyegarkan, hingga akhirnya guyurannya terakhir menyadarkan gw bahwa ada sesuatu yang terlupa, entah mengapa ada rasa rindu untuk berjumpa dengan hesti, justru begitu rasa rindu ini muncul, mendadak muncul juga ingatan gw atas kejadian semalam.
“sialll, gw lupa” ucap gw hampir berteriak, mengingat bahwa gw lupa menyimpan pakain dalam hesti dibawah bantal.
“matiii gw” segera gw menyelesaikan mandi dan bergegas menuju kamar, rasa dag dig dug begitu memenuhi dada ini, gw bisa membayangkan ocehan dan caci maki wulan melihat apa yang telah gw perbuat, dengan sedikit keberanian perlahan gw buka pintu kamar dan mendapati kamar yang kosong, sejenak gw bernafas lega tetapi ketika begitu mendapati kamar sudah tertata dengan rapih, rasa lega itu berganti dengan rasa sesak, segera gw menuju ranjang dan menyingkap bantal tempat gw menyimpan pakaian dalam itu, hanya hamparan sprei yang gw temui tanpa ada sesuatu apapun diatasnya.
“brengsek” maki gw sambil membayangkan kemarahan di wajah wulan, segera gw berjalan menuju lemari untuk berganti pakaian, kini tampak pakaian dalam itu sudah tersusun rapih diantara tumpukan pakaian gw.
>> Lanjutkan membaca cerita horror jeritan malam chapter 12
Kunjungan wulan ke mess bagian tiga, sesuatu yang tidak diharapkan..